Thursday, September 23, 2010

Tangisan Ummu Aiman Atas Wafatnya Rasulullah Shallallahu a'laihi wa sallam Dan Ucapanya Membuat Abu Bakar Dan Umar Menangis

Dari Annas Radhiallohu anh, ia berkata: "Setelah wafatnya Rasulullah shallallahu a'laihi wa sallam, Abu Bakar Radhiallohu anh berkata kepada Ummar Radhiallohu anh: Mari kita mengunjungi Ummu Aiman (pengasuh dan pembantu Rasulullah shallallahu a'laihi wa sallam sewaktu kecil) sebagaimana dulu Rasulullah shallallahu a'laihi wa sallam mengunjunginya. Ketika kami menjumpainya, (kami dapati) Ummu Aiman sedang menangis, lalu keduanya bertanya: 'Apa yang membuat mu menangis? Bukankah apa yang disisi Allah itu lebih baik bagi Rasulullah? (shallallahu a'laihi wa sallam) Ummu Aiman Menjawab:Aku menangis bukan karena tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik bagi Rasulullah shallallahu a'laihi wa sallam, namun aku menangis karena turunya wahyu dari langit telah terhenti. Ternyata ucapan tersebut telah memancing keduanya untuk ikut menangis. Lalu keduanya pun menangis bersamanya."
(HR MUSLIM no 2454)

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengatakan:
Wahai Ummu Aiman engkou menangis,
Sedangkan kami........
Bersenang senang dan bersenda gurau tanpa tahu kesopanan
Engkou tidak menyaksikan hadits hadits dipalsukan dan didustakan
Engkou tidak sempat mendengar lagu dan alat alat musik dialunkan
Engkuo tidak menyaksikan arak diminum, atau zina dilakukan
Engkou tidak melihat bencana telah menimpa kami
Engkou tidak meliaht hawa nafsu dan bid'ah yang menyesatkan
Seandainya bukan karena kematian, niscaya engkou akan menyaksikan dari kami hal hal yang mengherankan
Engkou tidak melihat musuh dan antek antek mereka
Inilah kami bertekuk lutut dihadapan kaum Yahudi
Hatiku terbakar karena terpecahnya persatuan diantara kami
Semua urusanmu, wahai ummatku, layaknya sebuah mainan
Demi Allah, tangisan itu tidak mengenal jalan kami
Meskipun dipaksa, tangisan itu tidak berkaitan denganya

Original From Mushiibatu Mautin Nabiyyi wa Atsaruhaa fii Hayaatil Ummah penulis Syaikh Husain Bin 'Audah al-'Awaisyah
Dari buku MUSIBAH TERBESAR UMMAT ISLAM
PUSTAKA IMAM ASY-SYAFI'I

Monday, September 20, 2010

HEBOH: SENYUM DI WAJAH JENAZAH TERORIS & BAU WANGI..?? (Fatwa Alim Besar Kota Madinah, Syaikh ‘Ubaid bin Abdillah Al-Jabiri)

SOAL:



Syaikh yang mulia, beberapa hari yang lalu telah dijalankan hukuman eksekusi terhadap orang-orang yang melakukan peledakan di kota Bali, Indonesia, enam tahun silam. Telah terjadi fitnah setelahnya terhadap banyak manusia, dimana penguburan jenazah mereka dihadiri oleh sejumlah manusia yang sangat banyak. Mereka juga memastikan pelbagai kabar gembira tentang jenazah yang telah dieksekusi tersebut berupa, senyuman di wajah mereka setelah eksekusi, wewangian harum yang tercium dari jenazah mereka, dan selainnya. Mereka mengatakan pula bahwa itu adalah tanda mati syahid, dan perbedaan antara hak dan batil pada hari penguburan jenazah. Apakah ada nasihat bagi kaum muslimin secara umum di negeri kami. Wa Jazaakumullahu Khairan.



JAWAB:



Bismillahirrahmanirrahim,



الحمد لله رب العالمين, والعاقبة, ولا علا عدوان إلا علا الظالمين, وأشهد أن لا إله إلا الله و حده لا شريك له, الملك الحق المبين, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد ولد اَدم أجمعين, صلى الله عليه وعلى اَله وأصابه الطاهرين, وسلم تسلما كثيا على مر الأيام والليالي والشهور والسنين.



‘Amma ba’du,



Bukanlah suatu hal yang aneh pada kalangan awam dan mereka yang tidak memiliki pemahaman terhadap As-Sunnah akan terjadi pada mereka seperti yang tersebut dalam pertanyaan, saat mereka mengiringi jenazah (para pelaku pengeboman) yang dieksekusi oleh pemerintah Indonesia. Orang-orang tersebut dieksekusi, lantaran perbuatan mereka menghilangkan harta benda dan nyawa, (dan ini) adalah kaum Khawarij yang mengkafirkan kaum muslimin karena dosa, baik dilakukan oleh pemerintah maupun rakyat.



Siapa yang memahami As-Sunnah, maka ia akan mengetahui bahwa eksekusi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap mereka adalah perkara yang sangat tepat dan kebenaran semata.



Siapa yang mengetahui sejarah kaum Khawarij semenjak masa shahabat dan sepanjang perguliran masa ke masa, maka akan nampak baginya bahwa apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang dieksekusi itu adalah perbuatan khuruj (pembangkangan, kudeta) terhadap pemerintah muslim dan pelanggaran terhadap pelbagai kehormatan, berupa nyawa yang terjaga dan harta. Bahkan, perbuatan kaum Khawarij pada hari ini adalah bentuk dari perbuatan kaum Bathiniyah.



Di antara perbuatan kaum Bathiniyah adalah, beberapa masa yang lalu mereka menduduki Baitul Haram dan menumpahkan darah-darah yang terjaga serta mengambil Hajar Aswad, sehingga menghilang dari kaum muslimin sekian lama, sebab mereka membawanya ke Baghdad atau tempat lain –sebagaimana yang diberitakan-



Berikut ini adalah nasihat dariku kepada saudara-saudarku, yaitu kaum muslimin di Indonesia –Semoga Allah menjaga Negara mereka dan Negara kami dari segala keburukan dan kejelekan- dalam dua hal :



Pertama, tentang keterangan yang ditunjukkanoleh hadits-hadits yang mutawatir dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang celaan terhadap kaum khawarij sepanjang masa, abad dan tahun-selama-lamanya-, serta cercaan dan kemurkaan atas mereka.



Beliau menggelari bahwa,”Mereka adalah anjing-anjing neraka” dan “Mereka berbicara dari ucapan manusia terbaik, akan tetapi mereka keluar dari Islam seperti tembusnya anak panah dari buruannya.”



Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam (juga) memerintahkan untuk membunuh dan memerangi mereka. Beliau bersabda “Mereka adalah seburuk-buruk makhluk dan yang paling buruk tabiatnya,” “Mayat mereka adalah seburuk-buruk mayat di kolong langit” “Berbahagialah orang yang membunuh mereka dan dibunuh mereka”,”Kalau aku dapati mereka niscaya aku akan binasakan mereka seperti binasanya kaum ‘Ad dan Iram.”



Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saat terjadinya perpecahan di antara kaum muslimin, akan keluarlah di antara mereka maariqah[i]yang akan diperangi oleh kelompok yang paling dekat dengan kebenaran, kemudian kelompok yang berada di atas kebenaran tersebut dapat membasmi mereka.”



Benarlah sabda beliau ini. Penduduk Nahrawan di Irak melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan ‘Ali radhiallahu ‘anhu. Perang terhadap mereka saat itu di bawah pimpinan ‘Ali radhiallahu ‘anhu bersama para tokoh Islam dari kalangan shahabat dan tabi’in.



‘Ali dan para shahabatnya radhiallahu ‘anhum (berada di atas) kebenaran dalam memerangi kaum Khawarij, sebagaimana faksinya lebih dekat kepada kebenaran dari faksi Mu’awiyah dan para shahabatnya radhiallahu ‘anhum.



Kedua, wajib atas setiap muslim untuk membenci kaum Khawarij, dan membantu pihak berwajib untuk membongkar kedok mereka. Sebab, menutupi dan tidak menunjukkan markas dan (kamp) konsentrasi mereka adalah membantu mereka dalam dosa dan permusuhan. Tidak bisa terlepas tanggung jawab seorang muslim yang mengetahui rencana dari perencanaan yang membahayakan ahlul Islam berupa pembunuhan jiwa, baik yang terjaga dengan Islam karena sebagai pemeluknya, atau terjaga dengan Islam karena hubungan perjanjian. Yang kami maksud dengan terjaga dengan Islam karena perjanjian adalah kaum kuffar yang tinggal di tengah-tengah kaum muslimin, baik sebagai pekerja atau penduduk. Mereka mendapatkan perlindungan, perjanjian dan keamanan dari pemerintah yang muslim.



Jangan berimpati kepada mereka denan melakukan demonstrasi, keluar ke jalan-jalan (membentuk) konsentrasi massa, atau penghujatan di media massa, baik koran, radio, televise atau selainnya.



Tidak ada yang menggelari mereka dengan syuhada (orang yang mati syahid), kecuali dua jenis manusia:



Pertama, orang bodoh yang tidak memiliki pemahaman terhadap As-Sunnah yang dapat membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara hak dan batil, dan antara sunnah dan bid’ah.



Kedua, pengekor hawa nafsu dan orang-orang sesat yang menyinpang dari As-Sunnah. Mereka melakukan demonstrasi, penghujatan, konsentrasi massa, dan memuji kaum Khawarij yang menyimpang tersebut.



Di antara upaya mereka untuk memuji mereka adalah menyebutkan karamah –sebagaimana tersebut dalam pertanyaan-. Ini termasuk kedustaan, kebihongan, bahan tertawaan manusia, anjuran terhadap bid’ah, menyebarkan kesesatan, membungkam As-Sunnah dan mengangkat bid’ah serta membantu parapelakunya.



Mereka tidak diterimapersaksiannya, sebab mereka adalah musuh Ahlus Sunnah. Di antara prinsip dasar dna pokok-pokok tersebut adalah bolhnya berdusta dalam membela mereka dan membantu penyebaran kebatilan mereka.



Hati-hati dan berhati-hatilah, wahai kaum muslimin dan muslimah, saudara dan saudari kami serta anak-anak kami di Indonesia, untuk tidak tertipu dengan mereka.



Saya nasihatkan pula kepada ahlul ilmi di negeri kalian untuk segera menyinkap kesesatan ini dan membantahnya dengan ilmu yang dibangun di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah.



Inilah yang dapat aku sampaikan sebagai jawaban dari pertanyaan yang terbit di Makassar, Sulawesi (Selatan) di Indonesia –semoga Allah menjaga negeri ini dan seluruh kaummuslimin dari keburukan dna kejelekan. Juga aku memohon kepada-Nya Jalla wa ‘Alla agar menyatukan para pemimpin dengan rakyatnya di atas apayang diridhai-Nya terhadap hamba-Nya dari keislaman dan As-Sunnah.



‘Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman



(Mantan Dosen Universitas Islam Madinah)



Pada Malam Selasa, 20 Dzulqa’dah 1429 H



Bertepatan dengan



Malam 18 November 2008





Sumber: Majalah An-Nashihah Volume 14 tahun 1429 H / 2008 M, halaman 15-16. Dipublikasikan kembali oleh www.salafiyunpad.wordpress.com

http://salafiyunpad.wordpress.com/2008/12/14/sekali-lagi-amrozi-cs-mati-syahidkah-fatwa-syaikh-ubaid-al-jabiri-update/
Source from FB Abu Muhammad Herman

http://www.facebook.com/profile.php?id=100000033074292#!/notes/al-fawaid/heboh-senyum-di-wajah-jenazah-teroris-bau-wangi-fatwa-alim-besar-kota-madinah-sy/483118755174
Ada sebagian comment yg ana copas semoga menambah pemahaman kita...
: Sebenarnya, kejadian-kejadian yang diluar kebiasaan tidak bisa menjadi dalil tentang sesuatu itu benar atau tidak. Apalagi menjadi saksi tentang syahid atau tidaknya seseorang. Ini adalah perkara2 ghaib yang hanya Allah saja yang ...mengetahui hakekat akhir kehidupan seseorang apakah syahid atau tidak. Para shahabatpun pernah keliru ketika menyatakan bahwa seseorang yang terbunuh ketika berperang bersama rasulullah sebagai seorang syahid, bahkan rasulullah menyebutnya sebagai ahli neraka. Meski jelas dia terbunuh dalam peperangan bersama rasul.....

Adapun kejadian, misalnya burung hijau yang terbang ketika eksekusi, kita harus pahami benar : burung hijau yang membawa ruh-ruh orang syahid, yang terbang kesana-kemari, itu hanya ada disurga. BUKAN DIDUNIA. Jika didunia ada, maka tentu datang riwayat akan banyaknya burung hijau yang terbang ketika terjadi perang uhud, karena pada peperanagan ini banyak sekali syuhada, dan mereka adalah benar-benar syuhada. Adakah riwayat yang demikian ?

Maka bisa jadi dalam kejadian ini adalah kejadian kebetulan saja, atau setan yang menyamar untuk menipu manusia.

Maka jiak kita menemukan kejadian yang luar biasa/diluar kebiasaan pada seseorang, cukuplah bagi kita perkataan imam asy syafi'i : Jika engkau melihat seseorang berjalan diatas air atau terbang diudara, maka janganlah terburu-buru menyebutnya sebagai seorang wali sebelum engkau menimbang amalannya, apakah sesuai sunnah ataukah tidak.
Allahu a'lam.
SILAHKAN MASUK KE ORIGINAL WEB NYA UNTUK MENDAPATKAN LEBIH COMMENT COMMENT YANG BERMANFAAT Allohua'lam bishowab....

http://www.facebook.com/?sk=messages#!/note.php?note_id=483118755174&id=1084713685&ref=mf

Sex B4 Married?


Dua sejoli itu duduk berdampingan di sebuah taman yang rindang yang penuh pepohonan. Mereka berdua sebenarnya tidak sendirian. Karena tak jauh dari tempat mereka bercengkerama, belasan pasangan laki perempuan yang lain juga duduk menyepi.
Apakah yang duduk-duduk ini pasangan suami istri? Bukan. Mereka adalah pasangan muda-mudi yang menumpahkan perasaan kasmarannya. Sayangnya, cara yang mereka tempuh adalah cara yang keliru. Pemandangan seperti itu bukan lagi hal yang asing ditemukan. Bahkan tak jarang aktivitas pacaran tersebut dilakukan di rumah Allah, yaitu di masjid. Kebanyakan muda-mudi yang belum punya status nikah tetap nekad bermaksiat di tempat mulia semacam itu.

Pacaran Sudah Jelas Jalan Menuju Zina

Wahai muda-mudi ... Jalan manakah lagi yang lebih dekat pada zina selain pacaran? Bukankah banyak kasus zina berawal dari tindak tanduk perkenalan diri lewat pacaran? Hal ini tidak bisa disangkal lagi, apalagi untuk sekarang ini. Sudah banyak berita yang kita saksikan. Hanya karena kenalan lewat media FB, hingga suka sama suka, dua sejoli dan yang satunya masih duduk di bangku kelas 2 SMP (14 tahun) akhirnya jalan berdua dengan kenalannya hingga si gadis kecil dibawa lari jauh dari ortunya. Terjadilah apa yang terjadi. Si gadis kecil pun dirayu-rayu oleh si laki-laki hingga akhirnya mau melepaskan keperawanannya hanya karena rayuan gombal.

Lihatlah adik-adikku ... Bukankah pacaran ini benar-benar jalan menuju zina? Awalnya dari kenalan. Lalu beranjak janjian kencan. Lalu dibawa ke tempat sepi. Setelah itu beranjak ke yang lebih parah. Maka terjadilah zina yang tidak disangka-sangka dari awal, hanya karena alasan true love, membuktikan cinta yang sebenarnya.

Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Ulama terkemuka yaitu Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud dengan ayat ini.”[1]

Coba perhatikan penjelasan di atas wahai adikku ... Kita dapat suatu pelajaran bahwa setiap hal yang dapat mengantarkan pada yang haram atau dosa besar, maka itu semua menjadi terlarang. Ingatlah bahwa ayat di atas bukan hanya memperingatkan perbuatan zina yang merupakan dosa besar. Namun ayat yang mulia di atas juga memperingatkan segala jalan yang dapat mengantarkan pada zina. Segala jalan menuju zina saja dilarang karena kita dilarang mendekati zina, maka melakukan zina lebih-lebih terlarang lagi.

Namun banyak muda-mudi yang kami sayangkan belum memahami ayat tersebut. Allah Ta’ala sebenarnya cukup menyampaikan ayat yang ringkas saja, namun cakupannya luas untuk melarang hal-hal lainnya. Dari sini, maka aktivitas berdua-duaan antara lawan jenis itu terlarang dan aktivitas menyentuh lawan jenis juga terlarang. Apalagi dua aktivitas yang kami sebutkan ini ada larangan khususnya.

Untuk aktivitas berdua-duaan antara lawan jenis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”[2] Ini menunjukkan terlarangnya kholwat (berdua-duaan antara lawan jenis).

Untuk aktivitas menyentuh lawan jenis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tunjukkan larangannya dalam sabdanya,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[3] Artinya, menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom termasuk keharaman karena dinamakan dengan zina yang juga haram.

Penjelasan di atas sebenarnya sudah cukup menyatakan bahwa pacaran itu terlarang. Jika ada yang masih mengatakan bahwa ada pacaran yang halal yaitu pacaran Islami, maka cukup kami jawab, “Bagaimana mau dikatakan halal sedangkan pelanggaran di atas masih ditemui? Jika kita nekad mengatakan ada pacaran Islami, maka kita juga seharusnya berani mengatakan ada zina Islami, khomr Islami, judi Islami dan sebagainya.” Hanya Allah yang beri taufik.

Lebih Parah Dari Itu

Kalau duduk merapat, berangkulan, berciuman dan sejenisnya yang dilakukan oleh laki perempuan non mahrom yang tak diikat tali pernikahan saja sudah tidak boleh dan dilarang oleh ajaran Islam, bagaimana jika lebih dari itu? Namun inilah yang disayangkan tersebar luas di kalangan muda-mudi. Mereka begitu mudahnya membuktikan cinta, namun dengan jalan yang keliru yaitu dengan “sex before marriage (SBM)”, atau istilah kerennya adalah dengan “making love”. Sekeren apapun namanya namun hakekatnya tetap sama yaitu menerjang larangan Allah dengan melakukan dosa besar zina. Inilah yang dikatakan oleh mereka-mereka sebagai pembuktian cinta. Inilah yang katanya true love, cinta sebenarnya. Bagaimana mungkin zina dinamakan true love sedangkan di sana menerjang larangan Allah yang termasuk dosa besar?

Bukankah Allah Ta’ala telah menyebutkan dalam kitabnya yang mulia,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32)? Lihatlah bahwa zina di sini disebut dengan perbuatan yang keji dan sejelek-jelek jalan.

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.

Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,

ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[4] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.

Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.” [5]

Meski larangan-larangan zina dalam berbagai dalil di atas begitu tegas dan ancamannya begitu berat ternyata banyak remaja yang terjebak dalam perbuatan keji tersebut. Survey, data yang diperoleh dan dipublikasikan oleh banyak kalangan semakin membuat hati miris. Kadang timbul pertanyaan setelah membacanya? Sudah benar-benar rusakkah pemuda Islam kita?

Haruskah Membuktikan True Love Lewat Making Love?

Mereka yang melakukan aktivitas pacaran, memberikan alasan bahwa seks sebelum nikah (sex before marriage) adalah bukti cinta sejati. Logika mereka, yang namanya cinta itu butuh pengorbanan. Nah, kalau wanita yang diajak pacaran, maka ia harus mau berkorban. Apa bentuk pengorbanannya? Tak lain dan tak bukan adalah mengorbankan kesucian mereka. Naudzu billah.

Tentu ini adalah alasan yang dibuat-buat untuk memperturutkan hawa nafsu rendahan. Yang benar adalah bila seseorang cinta pada seseorang pasti ia akan berusaha memberikan kebaikan kepada orang yang dicintainya dan tak rela bila kekasihnya terjerumus dalam kesengsaraan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنَ الْخَيْرِ
“Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seorang hamba tidak beriman (dengan iman yang sempurna) hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya mendapat kebaikan.”[6]

Bila kita benar-benar cinta kepada seorang wanita dan sebaliknya, maka kita akan bersungguh-sungguh menjaga kesuciannya karena itu adalah suatu kebaikan sebagaimana kita pula ingin memperolehnya. Tentu hal itu tidak ditempuh lewat jalan pacaran dan berhubungan seks di luar jalan yang benar. Pengorbanan yang benar dalam cinta bukan berkorban untuk maksiat, namun berkorban dengan mengerahkan seluruh kemampuan menjaga kesucian diri dan orang yang dicinta serta berusaha meraih hubungan yang dihalalkan oleh Allah. Yakinlah adikku, jika kita benar-benar tulus ingin menjaga kesucian diri dan meraih yang halal, Allah pasti akan menolong. Ingat selalu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمُ الْمُجَاهِدُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِى يُرِيدُ الأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِى يُرِيدُ الْعَفَافَ
“Tiga orang yang berhak mendapatkan pertolongan Allah, yaitu orang yang berjihad di jalan Allah, budak mukatab yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah yang ingin menjaga kehormatan dirinya.”[7] Oleh karenanya, jika seseorang betul-betul ingin menjaga kesucian dirinya, maka tempuhlah jalan yang benar yaitu melalui jenjang pernikahan, niscaya pertolongan Allah akan terus datang. Yakinlah!

Jadi cinta sejati dibuktikan lewat jalan yang benar yaitu lewat jalan menikah. Jika belum mampu, maka bersabarlah. Sibukkanlah diri dengan hal-hal yang baik. Jauhi pergaulan dengan lawan jenis kecuali jika darurat. Banyak memohon kepada Allah agar diberikan kemudahan untuk terlepas dari zina dan segala jalan menuju perbuatan yang keji tersebut.

Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada setiap muda-mudi yang membaca risalah ini.



Disusun di Panggang, Gunung Kidul, 26 Rabi’ul Awwal 1431 H (12/03/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com , dipublish ulang oleh http://rumaysho.com [8]



--------------------------------------------------------------------------------

[1] Fathul Qodir, Asy Syaukani, 4/300, Mawqi’ At Tafaasir.

[2] HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya).

[3] HR. Muslim no. 6925.

[4] HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86.

[5] HR. Abu Daud no. 4690 dan Tirmidzi no. 2625. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[6] HR. Ahmad (3/206). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim.

[7] HR. Tirmidzi no. 1655. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Syaikh Al Albani juga mengatakann hadits ini hasan.

[8] Kami olah tulisan ini dari Majalah Elfata, edisi 12, vol 07, tahun 2007.

Friday, September 17, 2010

Ssssssttttt jangan BANYAK bicara di FB {Copas from someone that i Really envy Semoga Engkou selalu menjaganya Yaa Allah}

SEBAGAI PENGINGAT DIRI INI TERUTAMA...

Sifat lalai terkadang menyergap jiwa -jiwa yang lemah...

dan ilmu itu akan lenyap jika tidak mengulangnya,

baiklah...semoga bisa di ambil manfaatnya dari catatan kecil berikut,..




Jawaban dari Abu Achmed Abdillah Al Atsary


Tanya : Bagaimana seharusnya kita bersikap jika keakraban telah ada namun di FB kita tidak jarang sekali berbicara?




Saya sarankan ukhti untuk tidak banyak menyibukkan diri dengan facebook, tidak harus seseorang itu mengunjungi FB teman dan membaca status mereka, bergaul itu tidak harus dengan cara seperti ini, FB hanyalah sebuah mesin bukan manusia, masih ingat nasihat salafus shalih Al Imam Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah :

“Saya lihat jiwaku ini ramah bergaul dengan mereka yang dinamakan teman maka saya cari dari pengalaman ternyata kebanyakan mereka adalah orang-orang yang iri (dengki) terhadap nikmat (kebahagiaan) temannya dan mereka tidak menyembunyikan kekeliruan (zallah) temannya dan senang mengabaikan hak teman duduknya juga tidak mau membantu temannya dengan harta mereka maka sebab itu (ketika) saya perhatikan perkara ini ternyata kebanyakan teman itu iri (dengki) dengan kenikmatan orang lain. Padahal Al Haq (Allah) Yang Maha Suci sangat cemburu kepada hati seorang Mukmin yang cenderung jinak dengan sesuatu (selain Allah) maka Ia keruhkan dunia dan penghuninya agar si Mukmin hanya menyenangi- Nya (jinak kepada Allah).

Maka sepantasnya kamu menganggap semua makhluk itu sebagai kenalan dan jangan kamu tampakkan rahasiamu kepada mereka. Jangan kamu anggap sahabat orang yang tidak cocok untuk digauli tetapi pergaulilah mereka secara zhahir.

Jangan bercampur dengan mereka kecuali dalam keadaan darurat dan itupun sejenak saja kemudian tinggalkanlah mereka. Setelah itu hadapilah urusanmu sambil berserah diri kepada Penciptamu (Allah) sebab sesungguhnya tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan selain Allah dan tidak ada yang dapat menolak kejelekan kecuali Dia.” (Al I’tisham 1/158)

Perhatikan tulisan yang saya bold (cetak tebal). Tadi ukhti katakan iri ketika melihat mereka bisa bercanda bersama, terbukti kan apa kata Al Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah, kebanyakan mereka adalah orang-orang yang iri (dengki) terhadap nikmat (kebahagiaan) temannya. Kemudian apakah ukhti bergaul dengan mereka di FB merupakan bentuk pergaulan secara zhahir? Padahal Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata pergaulilah mereka secara zhahir. Artinya bergaullah dengan mereka secara nyata, bukan pergaulan didunia maya. Sebenarnya tidak ada yang melarang, hanya saja janganlah ukhti berlebih-lebihan dalam bergaul di dunia maya. Dalam kaidah beliau selanjutnya; Jangan bercampur dengan mereka kecuali dalam keadaan darurat dan itupun sejenak saja kemudian tinggalkanlah mereka. Kaidah ini menerangkan bahwa kebanyakkan teman itu iri dengan nikmat temannya, kadang tidak dapat menjaga mulut (perkataannya), maka kata beliau tidak boleh seseorang itu duduk-duduk (berkumpul-kumpul) dengan teman kecuali bila ada keperluan dengan mereka. Misal bertanya tentang sesuatu, atau mengajarkan ilmu kepada mereka.

Berikut saya transkipkan nasihat ulama untuk pengguna FB:

Nasihat Al-Ustadz Abdul Mu'thi:
Teknologi itu ibarat pisau bermata dua, bisa menjadi tambahan kebaikkan, bisa menjadi tambahan keburukkan. Kalau kita manfaatkan dalam perkara yang diridhoi dan dicintai oleh Allah maka dia akan menjadi kebaikkan yang lebih, tapi kalau kita tidak pandai menggunakannya maka dia akan menyembelih kita. Sehingga dalam segala sesuatu yang bermata dua seperti ini ibarat pisau bermata dua maka kita harus berhati-hati dalam menggunakannya. Semua ini kembali kepada diri kita masing-masing untuk bertakwa kepada Allah jalla wa'ala. Kata Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Bertakwalah kepada Allah dimana saja engkau berada." Kemudian kalau kita mengetahui bahwa diri kita adalah lemah, jangan kita bermain-main dengan pisau yang bermata dua karena kemungkinan dia menyembelih kita lebih besar daripada kita bisa menggunakannya dengan baik.

Dan memang saya tidak menyarankan untuk ikhwan menyibukkan diri dengan yang namanya internet atau secara yang lebih spesifik apa yang namanya FB, karena memang medianya bukan untuk salafiyin pada asalnya. Media yang diadakan oleh mereka itu memang untuk memfasilitasi, memudahkan kegiatan-kegiatan, arena-arena mereka melakukan maksiat kepada Allah jalla wa'ala yang mereka anggap baik padahal maksiat. Sebagai contoh minimalnya saja: Dengan FB itu pemiliknya tidak jarang melihat foto-foto wanita yang bukan mahramnya, itu minimal dan banyak lagi yang lainnya. Sehingga ya semua kembali kepada kita, barang siapa yang bertakwa kepada Allah, memiliki sifat wara' dia akan meninggalkan perkara-perkara yang samar apalagi perkara-perkara yang jelas haram.

Dan barang siapa yang bisa menjaga diri dari perkara syubhat dia telah menjaga kehormatan dirinya dan agamanya. Sehingga kita jangan bermain-main dengan sesuatu yang samar yang kita tidak ampu untuk mengendalikannya. Apalagi jelas-jelas akan menjatuhkan kita kepada yang haram dan media internet secara umum adalah media yang penuh dengan keburukkan. KAlau kita ingin kalkulasi antara kebaikannya dengan keburukannya, bisa dikatakan dia itu seperti khomr, kemudharotannya lebih banyak daripada kemanfaatannya. Berapa banyak keburukkan yang ada didalamnya? Kalau kita bandingkan dengan kebaikan yang ada hanya sekian persen didalamnya. Sehingga kalau kita menyibukkan diri mulai dari bangun tidur langsung online sampai dia mau memejamkan mata baru dia selesai dari kegiatan onlinenya, ini manusia macam apa.

Seseorang yang mengerti akan kebaikkan dia tidak akan menghabiskan waktu dan dirinya didepan internet yang penuh dengan keburukkan. Dan benar-benar internet ini adalah ujian bagi kita yang menggunakannya, karena sedikit saja terpeleset langsung jatuh kepada media yang maksiat. Bahkan tatkala kita menggunakannya walaupun ingin yang baik mau tidak mau kadang dipaksa kepada yang maksiat, kadang muncul gambar-gambar yang tidak baik, padahal kita tidak mengaksesnya. Oleh karena itu sibukan diri kita dengan ilmu yang syar'i, dengan kegiatan yang lebih bermanfaat membaca buku, baca qur'an.

Banyak hal-hal yang bermanfaat daripada kita menghabiskan waktu didepan internet. Bolehlah sekali-kali mengakses internet yakni saat-saat yamg memang membutuhkan berita-berita yang sangat penting. Upayakan sedapat mungkin mengurangi kegiatan ini, sebab ini tidak akan membawa kebaikkan kepada kita, biar saja orang lain bilang gapteklah, kuno ketinggalan zaman, inilah itulah, sebab celaan dan cercan manusia itu tidak akan membahayakan kepada kita, na'am yang tahu akan kebaikan itu adalah diri kita sendiri terhadap diri kita, bukan mereka. Barakallahu fiikum...

Semoga jawaban yang sedikit ini bisa kita pahami dengan hati yang ikhlas hanya mengharap wajah Allah Subhanallahu wa Ta'ala



( source: fb)

Thursday, September 16, 2010

HUKUM MENAMBAHKAN NAMA SUAMI DIBELAKANG NAMA ISTRI

Seperti kita ketahui, trend yang mulai muncul, Setelah menikah, terkadang seorang wanita mengganti namanya belakangnya atau nama keluarganya dengan nama suaminya. Hal ini juga banyak dila...kukan di negara-negara barat, seperti istrinya Bill Clinton: Hillary Clinton yang nama aslinya Hillary Diane Rodham; istrinya Barrack Obama: Michelle Obama yang nama aslinya Michelle LaVaughn Robinson, dan lain-lain.

Bagaimana hukumnya menurut syari'at islam?

Para ulama telah menjelasakan mengenai hal tsb.

Menurut para ulama berdasarkan dalil2 dari hadits & AlQur'an, hal tsb tidak diperbolehkan. Begitu juga menambahkan nama keluarga di belakang namanya. Wallahu a'lam, demikian yg saya tahu & yakini.

Karena hal tsb (apapun niatnya) termasuk ke dalam perbuatan merubah atau menghapus nasab yang sebenarnya dari wanita tsb. Di samping itu hal tsb merupakan bentuk tasyabbuh atau penyerupaan terhadap orang kafir.

Seperti saya sudah pernah bahas sebelumnya, dalam islam yang disunnahkan adalah penggunaan nama kunyah, misalnya Abu Haidar atau papahnya Haidar bila anak pertamanya adalah Haidar atau Ummu Haidar, Ummu Nabilah, dsb, bahkan walaupun belum punya anak sekalipun tetap disunnahkan menggunakan nama kuniah. Aisyah radhiyallahu 'anha misalnya nama kuniahnya adalah Ummu Abdillah, padahal Aisyah tidak punya anak satupun.

Rosululloh shollallohu alahi wa sallam bersabda :

اكْتَنِي [بابنك عبدالله – يعني : ابن الزبير] أَنْتِ أُمَّ عَبْدِ اللَّهِ

“Berkun-yahlah [dengan anakmu –yakni: Ibnu Zubair] kamu adalah Ummu Abdillah” [Lihat ash-Shohihah no. 132]

Dikeluarkan oleh al-Imam Ahmad : haddatsana Abdurrozzaq (bin Hammam), haddatsana Ma’mar (bin Rosyid) dari Hisyam (bin ‘Urwah, dari bapaknya (Urwah bin Zubair, pent) : bahwa ‘Aisyah berkata kepada Nabi shollallohu alaihi wa sallam :

يَا رَسُولَ اللَّهِ كُلُّ نِسَائِكَ لَهَا كُنْيَةٌ غَيْرِي فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فذكره بدون الزيادة

“Wahai Rasulullah, semua istrimu selain aku memiliki kun-yah”, lalu Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda kepadanya : (lalu beliau menyebutkan hadits ini tanpa tambahan).

Berkata (Urwah) : Ketika itu ‘Aisyah disebut sebagai Ummu Abdillah sampai ia meninggal dan ia tidak pernah melahirkan sama sekali.

***************************************

Berikut saya kutipkan fatwa para ulama ttg menambahkan nama suami di belakang nama istri

Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’ (Dewan Fatwa Saudi) juz 20 halaman 379.

Pertanyaan :

Telah umum di sebagian negara, seorang wanita muslimah setelah menikah menisbatkan namanya dengan nama suaminya atau laqobnya. Misalnya: Zainab menikah dengan Zaid, Apakah boleh baginya menuliskan namanya : Zainab Zaid? Ataukah hal tersebut merupakan budaya barat yang harus dijauhi dan berhati-hati dengannya?

Jawab :

Tidak boleh seseorang menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya.

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ

“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah.” [QS al-Ahzab: 5]

Sungguh telah datang ancaman yang keras bagi orang yang menisbatkan kepada selain ayahnya. Maka dari itu tidak boleh seorang wanita menisbatkan dirinya kepada suaminya sebagaimana adat yang berlaku pada kaum kuffar dan yang menyerupai mereka dari kaum muslimin.

وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

al-Lajnah ad-Da’imah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’

Ketua : Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz

Wakil : Abdul Aziz Alu Syaikh

Anggota :

Abdulloh bin ghudayyan

Sholih al-Fauzan

Bakr Abu Zaid

***

Fatwa Syaikh Sholih al-Fauzan hafidzohulloh

Pertanyaan :

Apakah boleh seorang wanita setelah menikah melepaskan nama keluarganya dan mengambil nama suaminya sebagaimana orang barat?

Jawab :

Hal itu tidak diperbolehkan, bernasab kepada selain ayahnya tidak boleh, haram dalam islam.

Haram dalam islam seorang muslim bernasab kepada selain ayahnya baik laki-laki atau wanita. Dan baginya ancaman yang keras dan laknat bagi yang melakukannya yaitu yang bernasab kepada selain ayahnya hal itu tidak boleh selamanya.

***

Fatwa Syaikh Muhammad Ali Farkus hafidzohulloh

Pertanyaan :

Apakah wajib secara syar’i bagi seorang wanita menyertakan nama suaminya atau sebisa mungkin tetap menggunakan nama aslinya?

Jawab :

:الحمد لله ربِّ العالمين، والصلاة والسلام على من أرسله الله رحمة للعالمين، وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين، أمَّا بعد

Tidak boleh dari segi nasab seseorang bernasab kepada selain nasabnya yang asli atau mengaku keturunan dari yang bukan ayahnya sendiri. Sungguh islam telah mengharamkan seorang ayah mengingkari nasab anaknya tanpa sebab yang benar secara ijma’.

Alloh berfirman :

ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Dan sabda nabi shollallohu alaihi wa sallam :

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً

“Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Alloh, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Alloh tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah”

Dikeluarkan oleh Muslim dalam al-Hajj (3327) dan Tirmidzi dalam al-Wala’ wal Habbah bab Ma ja’a fiman tawalla ghoiro mawalihi (2127), Ahmad (616) dari hadits Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu anhu.

Dan dalam riwayat yang lain :

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ، فَالجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ

“Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”

Dikeluarkan oleh Bukhori dalam al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982), Muslim dalam “al-Iman” (220), Abu Dawud dalam “al-Adab” (bab Bab Seseorang mengaku keturunan dari yang bukan bapaknya (5113) dan Ibnu Majah dalam (al-Hudud) bab : Bab orang yang mengaku keturunan dari yang bukan bapaknya atau berwali kepada selain walinya (2610) dan Ibnu Hibban (415) dan Darimi (2453) dan Ahmad (1500) dan hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh dan Abu Bakroh rodhiyallohu anhuma.

Maka tidak boleh dikatakan : Fulanah bintu Fulan sedangkan ia bukan anaknya, tetapi boleh dikatakan : Fulanah zaujatu Fulan (Fulanah istrinya si Fulan) atau tanggungannya si Fulan atau wakilnya Fulan. Dan jika tidak disebutkan idhofah-idhofah ini -dan hal ini sudah diketahui & biasa- maka sesungguhnya apa-apa yang berlaku dalam adat, itulah yang dipertimbangkan dalam syari’at-.

Taken from web Abu Nida http://www.facebook.com/AbuUmmuNida

SHALAT DHUHA DAN DOA SETELAHNYA?

Bismillaah,
Doa shalat dhuha begitu sangat populer dan banyak diamalkan oleh sebahagian kaum muslimin, namun benarkah doa ini memang ada tuntunannya?
Inilah doa tersebut :

اَللّهُمَّ اِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاءُكَ وَالْبَهَاءَ بَهَائُكَ وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ اَللّهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقِى فِى السَّمَاءِ فَاَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَاَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسِّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَائِكَ وَبَهَائِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ اَتِنِى مَااَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

Transliterasi :
”AllooHumma innadh-dhuhaa-a dhuhaa-uka,wal baHaa-a baHaa-uka, wal jamaala jamaaluka, wal quwwata quwwatuka,wal qudrota qudrotuka, wal ’ishmata ishmatuka.
AllooHumma ingkaana rizqii fissamaa-i fa-anzilhu, waingkaana fil ardhi fa-akhrijHu,wa ingkaana mu’siron fayassirHu, wa ingkaana harooman fathoHHirHu,wa ingkaana ba’iidan faqorribHu bihaqqighuhaa-ika wa bahaaika, wa jamaalika wa quwwatika wa qudratika, aatiini maa ataita ‘ibaadikash shaalihiin.”

Artinya :
Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu,keagungan adalah keagungan-Mu, kebagusan adalah kebagusan-Mu,kekuatan adalah kekuatan-Mu,kekuasaan adalah kekuasaan-Mu, dan penjagaan adalah penjagaan-Mu.
Ya Allah, apabila rizkiku di atas langit maka turunkanlah,bila di dalam bumi maka keluarkanlah,
bila sulit maka mudahkanlah, bila haram maka sucikanlah,dan bila jauh maka dekatkanlah dengan berkat waktu dhuhaMU, keagunganMU, keindahanMU, kekuatanMU dan kekuasaanMU,
limpahkanlah kepadaku segala yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hambaMU yang sholeh.”

Maka doa shalat dhuha seperti ini berasal dari Hadits yang MAJHUL (TIDAK DIKENAL / TIDAK ADA ASALNYA).

Sekalipun do’a tersebut dicantumkan dalam kitab-kita fiqih, separti I’anah Thalibin (I/401-402) Abu Bakar Syatha, dan lain sebagainya,namun tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits terpercaya.

Syaikh Salim al-Hilali pada 25 Rabiuts-Tsani 1424 H, berkata,
“Tidak ada dalam kitab-kitab hadits”.

Syaikh al-Muhaddits Abdul Muhsin al-‘Abbad pernah ditanya tentang do’a ini, namun beliau hanya tersenyum saja. Itu tandanya hadits tersebut tidak ada asalnya menurut beliau.

[Disalin dari KOREKSI HADITS-HADITS DHA’IF POPULER, Penulis: Abu Ubaidah Yusuf Bin Mukhtar As-Sidawi]
___________


Tanya:
Alhamdulillah, saya sudah rutin melaksanakan shalat Dhuha. Dalam melaksanakan shalat tersebut, saya biasa membaca surat "Hal ataa alal insaani" (surat Al Insan) pada rakaat pertama dan kedua karena dalam surat tersebut menyebutkan keadaan-keadaan penduduk surga, dan saya berharap menjadi penghuninya. Adapun di rakaat ketiga, saya biasa membaca surat Adh Dhuha karena shalat tersebut adalah shalat Dhuha. Sedangkan pada rakaat keempat, saya biasa membaca surat Al Ikhlas karena di dalamnya terdapat sifat Allah yang mulia yang tidak ada yang setara dengan-Nya dalam sifat-sifat tersebut. Apakah boleh saya merutinkan membaca seperti tadi ataukah hal tersebut termasuk amalan yang jauh dari tuntunan Islam yang mesti ditinggalkan?

Jawab:
Alhamdulillah. Yang afdhol, hendaklah engkau tidak rutin membaca surat semacam itu. Karena amalan semacam itu tidak ada dasarnya, tidak ada dalilnya. Bahkan seakan-akan membaca semacam itu dapat dianggap seperti sesuatu yang wajib. Hendaknya engkau membaca surat yang satu kadang-kadang, begitu pula dengan surat lainnya dan janganlah membaca surat-surat itu saja.

Perlu diketahui bahwa surat Dhuha tidaklah menjadi tuntunan dibaca ketika itu karena Allah bersumpah dengan waktu Dhuha dalam surat tersebut adalah sesuatu yang lain yang berbeda dengan shalat Dhuha. Dan ingatlah bahwa Allah bersumpah sesuai dengan apa yang Allah kehendaki dari makhluk-makhluk-Nya.

Boleh saja bagi seorang mukmin memilih sebagian surat atau sebagian ayat yang nanti ia baca, akan tetapi ia patut ia yakini bahwa hal tersebut bukanlah suatu yang harus ketika itu. Jadi ia pun masih membolehkan ketika itu untuk membaca surat lainnya, maka keyakinan seperti ini tidak masalah. Akan tetapi, yang utama baginya adalah tidak merutinkan membaca surat tersebut. Yang patut ia lakukan adalah membaca surat tersebut kadang-kadang dan membaca surat lainnya juga sehingga tidak sampai dianggap sebagai sesuatu yang diperintahkan. Perlu diketahui pula bahwa jika seorang muslim sudah terbiasa melakukan sesuatu maka ia akan sulit meninggalkannya.

Adapun surat Al Ikhlas (Qul huwallahu ahad) memang memiliki keistimewaan. Jika seseorang membaca surat tersebut karena mencintai surat tersebut karena di dalamnya terdapat sifat-sifat Allah, maka ia diharapkan mendapatkan kebaikan yang banyak. Terdapat hadits shahih yang menjelaskan bahwa sebagian sahabat biasa membaca surat tersebut ketika mengimami orang lain. Lalu sebagian sahabat heran dan menanyakan padanya, "Mengapa engkau biasa dan mencukupkan dengan surat Al Ikhlas?" Ia pun menjawab, "Karena surat Al Ikhlas adalah sifat Ar Rahman (yaitu Allah) dan aku suka untuk membacanya." Akhirnya berita orang tadi sampai pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Beliau pun bersabda, "Kabarkan pada orang tadi bahwa Allah betul mencintainya." Atau dalam lafadz lain dikatakan, "Kecintaanmu pada surat Al Ikhlas akan membuatmu masuk dalam surga."

Jika seseorang membaca surat Al Ikhlas dengan maksud demikian atau membaca ayat-ayat yang membicarakan surga untuk memohon kebahagiaan di surga atau membaca ayat-ayat tentang neraka untukk berlindung darinya, maka ini adalah suatu kebaikan. Akan tetapi, lebih baik seperti ini tidak dijadikan kebiasaan. Yang tepat, bacalah surat tersebut kadang-kadang, janganlah merutinkan membaca suatu surat yang seharusnya tidak dijadikan rutinitas.

Satu lagi yang perlu ditambahkan. Ingatlah bahwa shalat Dhuha paling sedikit dikerjakan dua rakaat. Jika ingin ditambah, maka kerjakanlah dua rakaat salam, dua rakaat salam dan dua rakaat salam. Janganlah dikerjakan empat rakaat sekaligus kemudian salam. Yang paling afdhol adalah mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat salam, dua rakaat salam. Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, "Shalat (sunnah) di malam dan siang hari adalah dua rakaat (salam), dua rakaat (salam)." Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun biasa mengerjakan shalat sunnah di malam dan di siang hari dengan dua rakaat salam. Oleh karenanya, yang paling afdhol adalah engkau mengerjakan shalat tersebut dua rakaat salam sebagaimana mengikuti perbuatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan juga mengamalkan sabda beliau, "Shalat (sunnah) di malam dan siang hari adalah dua rakaat (salam), dua rakaat (salam)". Mengenai tambahan "siang hari" dalam hadits tersebut adalah tambahan yang dinilai tidak masalah menurut kebanyakan pakar hadits.

[Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Fatawa Nur alad Darb 2/875]

http://www.rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3032-apakah-ada-bacaan-surat-tertentu-dalam-shalat-dhuha.html


Tanya:
Wahai Syaikh, apakah doa ini adalah doa yang shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang dibaca ketika shalat Dhuha,

اللَّهُمَّ إنَّ الضُّحَى ضَحَاؤُك وَالْبَهَا بَهَاؤُك وَالْجَمَالُ جَمَالُك وَالْقُوَّةُ قُوَّتُك وَالْقُدْرَةُ قُدْرَتُك وَالْعِصْمَةُ عِصْمَتُك

"Allahumma innadhuha dhuha-uka, wal bahaa baha-uka, wal jamala jamaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrota qudrotuka, wal ismata ismatuka"?

Jawab:
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ala Rosulillah wa ala alihi wa shohbih, amma badu:
Doa ini disebutkan oleh Asy Syarwani dalam Syarh Al Minhaj dan Ad Dimyathi dalam Ianatuth Tholibiin, namun doa ini tidak dikatakan sebagai hadits. Kami pun tidak menemukan dalam berbagai kitab yang menyandarkan doa ini sebagai hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Wallahu alam.

[Fatwa Mufti Markaz Al Fatawa – Asy Syabkah Al Islamiyah, Dr Abdullah Al Faqih, Fatwa no. 53488, 1 Syaban 1425]

Kesimpulannya :
Doa di atas bukanlah doa yang asalnya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Intinya, tidak ada doa khusus yang dibaca ketika itu. Wallahu alam.


Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal


Read more: http://www.abuayaz.co.cc/2010/09/shalat-dhuha-dan-doa-setelahnya.html#ixzz0zi0YkmIz