Saturday, February 27, 2010

BARZANJI, KITAB INDUK PERINGATAN MUALÎD NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM

BARZANJI, KITAB INDUK PERINGATAN MUALÎD NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAMShare
Wed at 10:27pm
Oleh
Ustadz Abu Ahmad Zainal Abidin

SEPUTAR KITAB BARZANJI
Secara umum peringatan maulud Nabi Shallallahu alaihi wa sallam selalu disemarakkan dengan shalawatan dan puji-pujian kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yang mereka ambil dari kitab Barzanji maupun Daiba’, ada kalanya ditambah dengan senandung qasîdah Burdah. Meskipun kitab Barzanji lebih populer di kalangan orang awam daripada yang lainnya, tetapi biasanya kitab Daiba’, Barzanji dan Qasidah Burdah dijadikan satu paket untuk meramaikan maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang diawali dengan membaca Daiba’, lalu Barzanji, kemudian ditutup dengan Qasîdah Burdah. Biasanya kitab Barzanji menjadi kitab induk peringatan maulîd Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan sebagian pembacanya lebih tekun membaca kitab Barzanji daripada membaca al-Qur’an. Maka tidak aneh jika banyak di antara mereka yang lebih hafal kitab Barzanji bersama lagu-lagunya dibanding al-Quran. Fokus pembahasan dan kritikan terhadap kitab Barzanji ini adalah karena populernya, meskipun penyimpangan kitab Daiba’ lebih parah daripada kitab Barzanji. Berikut uraiannya :

Secara umum kandungan kitab Barzanji terbagi menjadi tiga :
1). Cerita tentang perjalanan hidup Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan satra bahasa tinggi yang terkadang tercemar dengan riwayat-riwayat lemah.
2). Syair-syair pujian dan sanjungan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan bahasa yang sangat indah, namun telah tercemar dengan muatan dan sikap ghuluw (berlebihan).
3). Shalawat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tetapi telah bercampur aduk dengan shalawat bid’ah dan shalawat-shalawat yang tidak berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

PENULIS KITAB BARZANJI
Kitab Barzanji ditulis oleh “Ja’far al-Barjanzi al-Madani, dia adalah khathîb di Masjidilharâm dan seorang mufti dari kalangan Syâf’iyyah. Wafat di Madinah pada tahun 1177H/1763 M dan di antara karyanya adalah Kisah Maulîd Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.[1]

Sebagai seorang penganut paham tasawwuf yang bermadzhab Syiah tentu Ja’far al-Barjanzi sangat mengkultuskan keluarga, keturunan dan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ini dibuktikan dalam doanya “Dan berilah taufik kepada apa yang Engkau ridhai pada setiap kondisi bagi para pemimpin dari keturunan az-Zahrâ di bumi Nu’mân”.[2]

KESALAHAN UMUM KITAB BARZANJI
Kesalahan kitab Barzanji tidaklah separah kesalahan yang ada pada kitab Daiba` dan Qasîdah Burdah. Namun, penyimpangannya menjadi parah ketika kitab Barzanji dijadikan sebagai bacaan seperti al-Qur’an. Bahkan, dianggap lebih mulia dari pada Al Qur’an. Padahal, tidak ada nash syar’î yang memberi jaminan pahala bagi orang yang membaca Barzanji, Daiba` atau Qasîdah Burdah. Sementara, membaca al-Qur’an yang jelas pahalanya, kurang diperhatikan. Bahkan, sebagian mereka lebih sering membaca Barzanji daripada membaca al-Qur’an apalagi pada saat perayaan maulîd Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

: مَن قَرَأَ حَرفًا مِن كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاأَقُوْلُ الـمّ حَرْفٌ وَلكِن ْأَلَِفٌ حَرْفٌ وَلاًّمُ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرفٌ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيْ وَصَحَّحَهُ اْلأَلْباَنِِيْ

Artinya : Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka dia akan mendapatkan satu kebaikan yang kebaikan tersebut akan dilipatgandakan menjadi 10 pahala. Aku tidak mengatakan Alif Lâm Mîmssatu huruf. Akan tetapi, Alifd satu huruf, lâmd satu huruf mîmd satu huruf.[3]

KESALAHAN KHUSUS KITAB BARZANJI
Adapun kesalahan yang paling fatal dalam kitab Barzanji antara lain:

Kesalahan Pertama
Penulis kitab Barzanji meyakini melalui ungkapan syairnya bahwa kedua orang tua Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam termasuk ahlul Iman dan termasuk orang-orang yang selamat dari neraka bahkan ia mengungkapkan dengan sumpah.

وَقَدْ أَصْبَحَا وَاللهِ مِنْ أَهْلِ اْلإِيْمَانِ وَجَاءَ لِهَذَا فِيْ الْحَدِيْثِ شَوَاهِدُ
وَمَالَ إِليْهِ الْجَمُّ مِنْ أَهْلِ الْعِرْفَانِ فَسَلِّمْ فَإِنَّ اللهَ جَلَّ جَلاَلُــهُ
وَإِنَّ اْلإِمَامَ اْلأَشْعَرِيَ لَمُثْبِـتَ نَجَاتَهُمَا نَصًّا بِمُحْكَمِ تِبْــيَانِ

Dan sungguh kedua (orang tuanya) demi Allah Azza wa Jalla termasuk ahli iman dan telah datang dalîl dari hadîts sebagai bukti-buktinya.
Banyak ahli ilmu yang condong terhadap pendapat in,i maka ucapkanlah salam karena sesungguhnya Allah Maha Agung.
Dan sesungguhnya Imam al-Asy’ari menetapkan bahwa keduanya selamat menurut nash tibyan (al-Qur’an).[4]

Jelas, yang demikian itu bertentangan dengan hadîts dari Anas Radhiyallahu 'anhu bahwa sesungguhnya seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, di manakah ayahku (setelah mati)?” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Dia berada di Neraka.” Ketika orang itu pergi, beliau Shallallahu alaihi wa sallam memanggilnya dan bersabda: “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di Neraka”.[5]

Imam Nawawi rahimahullah berkata: ”Makna hadits ini adalah bahwa barangsiapa yang mati dalam keadaan kafir, ia kelak berada di Neraka dan tidak berguna baginya kedekatan kerabat. Begitu juga orang yang mati pada masa fatrah (jahiliyah) dari kalangan orang Arab penyembah berhala, maka ia berada di Neraka. Ini tidak menafikan penyampaian dakwah kepada mereka, karena sudah sampai kepada mereka dakwah nabi Ibrahim Alaihissalam dan yang lainnya.”[6]

Semua hadits yang menjelaskan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan keduanya beriman serta selamat dari neraka semuanya palsu, diada-adakan secara dusta dan lemah sekali serta tidak ada satupun yang shâhih. Para ahli hadits sepakat akan kedhaifannya seperti Dâruquthni al-Jauzaqani, Ibnu Syahin, al-Khathîb, Ibnu Ashâkir, Ibnu Nashr, Ibnul Jauzi, as-Suhaili, al-Qurthubi, at-Thabari dan Fathuddin Ibnu Sayyidin Nas.[7]

Adapun anggapan bahwa Imam al-Asyari yang berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi Shallallahu alaihi wa sallam beriman, harus dibuktikan kebenarannya. Memang benar, Imam as-Suyuthi rahimahullah berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beriman dan selamat dari neraka, namun hal ini menyelisihi para hâfidz dan para ulama peneliti hadîts.[8]

Kesalahan Kedua
Penulis kitab Barzanji mengajak para pembacanya agar mereka menyakini bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hadir pada saat membaca shalawat, terutama ketika Mahallul Qiyâm (posisi berdiri), hal itu sangat nampak sekali di awal qiyâm (berdiri) membaca:

مَرْحَبًا يَا مَرْحَبًا يَا مَرْحَبًا مَرْحَبًا ياَ جَدَّ الْحُسَيْنِ مَرْحَبًا

Selamat datang, selamat datang, selamat datang, selamat datang wahai kakek Husain selamat datang.

Bukankah ucapan selamat datang hanya bisa diberikan kepada orang yang hadir secara fisik?. Meskipun di tengah mereka terjadi perbedaan, apakah yang hadir jasad nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama ruhnya ataukah ruhnya saja. Muhammad Alawi al-Maliki (seorang pembela perayaan maulid-red) mengingkari dengan keras pendapat yang menyatakan bahwa yang hadir adalah jasadnya. Menurutnya, yang hadir hanyalah ruhnya.

Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berada di alam Barzah yang tinggi dan ruhnya dimuliakan Allah Azza wa Jalla di surga, sehingga tidak mungkin kembali ke dunia dan hadir di antara manusia.

Pada bait berikutnya semakin jelas nampak bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diyakini hadir, meskipun sebagian mereka meyakini yang hadir adalah ruhnya.

يَا نَبِيْ سَلاَمٌ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلُ سَلاَمٌ عَلَيْكَ
يَا حَبِيْبُ سَلاَمٌ عَلَيْكَ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْكَ

Wahai Nabi salam sejahtera atasmu, wahai Rasul salam sejahtera atasmu
Wahai kekasih salam sejahtera atasmu, semoga rahmat Allah tercurah atasmu.

Para pembela Barzanji seperti penulis “Fikih Tradisionalis” berkilah, bahwa tujuan membaca shalawat itu adalah untuk mengagungkan nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Menurutnya, salah satu cara mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri, karena berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi kita. Bahkan tidak jarang hal itu dilakukan untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketika bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan, seluruh peserta upacara diharuskan berdiri. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghormati bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa. Jika dalam upacara bendera saja harus berdiri, tentu berdiri untuk menghormati Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih layak dilakukan, sebagai ekspresi bentuk penghormatan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bukankah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia teragung yang lebih layak dihormati dari pada orang lain?[9]

Ini adalah qiyâs yang sangat rancu dan rusak. Bagaimana mungkin menghormati Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam disamakan dengan hormat bendera ketika upacara, sedangkan kedudukan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat mulia dan derajatnya sangat agung, baik saat hidup atau setelah wafat. Bagaimana mungkin beliau disambut dengan cara seperti itu, sedangkan beliau berada di alam Barzah yang tidak mungkin kembali dan hadir ke dunia lagi. Disamping itu, kehadiran Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam ke dunia merupakan keyakinan batil karena termasuk perkara ghaib yang tidak bisa ditetapkan kecuali berdasarkan wahyu Allah Azza wa Jalla, dan bukan dengan logika atau qiyas. Bahkan, pengagungan dengan cara tersebut merupakan perkara bid’ah. Pengagungan Nabi nterwujud dengan cara menaatinya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, dan mencintainya.

Melakukan amalan bid'ah, khurafat, dan pelanggaran, bukan merupakan bentuk pengagungan terhadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian juga dengan acara perayaan maulîd Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan perbuatan tersebut termasuk bid'ah yang tercela.

Manusia yang paling besar pengagungannya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah para sahabat Radhiyallahu 'anhum -semoga Allah meridhai mereka- sebagaimana perkataan Urwah bin Mas'ûd kepada kaum Quraisy: “Wahai kaumku….demi Allah, aku pernah menjadi utusan kepada raja-raja besar, aku menjadi utusan kepada kaisar, aku pernah menjadi utusan kepada Kisra dan Najasyi, demi Allah aku belum pernah melihat seorang raja yang diagungkan oleh pengikutnya sebagaimana pengikut Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam mengagungkan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidaklah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam meludah kemudian mengenai telapak tangan seseorang di antara mereka, melainkan mereka langsung mengusapkannya ke wajah dan kulit mereka. Apabila ia memerintahkan suatu perkara, mereka bersegera melaksanakannya. Apabila beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu, mereka saling berebut bekas air wudhunya. Apabila mereka berkata, mereka merendahkan suaranya dan mereka tidak berani memandang langsung kepadanya sebagai wujud pengagungan mereka”.[10]

Bentuk pengagungan para sahabat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas sangat besar. Namun, mereka tidak pernah mengadakan acara maulid dan kemudian berdiri dengan keyakinan ruh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang hadir di tengah mereka. Seandainya perbuatan tersebut disyariatkan, niscaya mereka tidak akan meninggalkannya.

Jika para pembela maulîd tersebut berdalih dengan hadîts Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,’Berdirilah kalian untuk tuan atau orang yang paling baik di antara kalian [11], maka alasan ini tidak tepat.

Memang benar Imam Nawawi rahimahullah berpendapat bahwa pada hadits di atas terdapat anjuran untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan orang yang mempunyai keutamaan[12]. Namun, tidak dilakukan kepada orang yang telah wafat meskipun terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan pendapat yang benar, hadits tersebut sebagai anjuran dan perintah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada orang-orang Anshar Radhiyallahu 'anhum agar berdiri dalam rangka membantu Sa’ad bin Muadz Radhiyallahu 'anhu turun dari keledainya, karena dia sedang luka parah, bukan untuk menyambut atau menghormatinya, apalagi mengagungkannya secara berlebihan[13].

Kesalahan Ketiga
Penulis kitab Barzanji mengajak untuk mengkultuskan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam secara berlebihan dan menjadikan Nabi sebagai tempat untuk meminta tolong dan bantuan sebagaimana pernyataannya.

فِيْكَ قَدْ أَحْسَنْتُ ظَنِّيْ ياَ بَشِيْرُ ياَ نَذِيـْـُر
فَأَغِثْنِيْ وَأَجِـــن ياَ مُجِيْرُ مِنَ السَّعِيْرِ
يَاغَيَاثِيْ يَا مِــلاَذِيْ فِيْ مُهِمَّاتِ اْلأُمُــوْرِ

Padamu sungguh aku telah berbaik sangka. Wahai pemberi kabar gembira wahai pemberi peringatan.
Maka tolonglah aku dan selamatkanlah aku. Wahai pelindung dari neraka Sa’ir
Wahai penolongku dan pelindungku. Dalam perkara-perkara yang sangat penting (suasana susah dan genting)

Sikap berlebihan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, mengangkatnya melebihi derajat kenabian dan menjadikannya sekutu bagi Allah Azza wa Jalla dalam perkara ghaib dengan memohon kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dan bersumpah dengan nama beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan sikap yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan termasuk perbuatan syirik. Do’a dan tindakan tersebut menyakiti serta menyelisihi petunjuk dan manhaj dakwah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan menyelisihi pokok ajaran Islam yaitu tauhîd. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan akan terjadinya hal tersebut, sehingga ketika beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sakit yang membawa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kematian, beliau bersabda: “Janganlah kamu berlebihan dalam mengagungkanku sebagaimana kaum Nasrani berlebihan ketika mengagungkan Ibnu Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah aku adalah hamba dan utusan-Nya”.[14]

Telah dimaklumi, bahwa kaum Nasrani menjadikan Nabi Isa Alaihissalam sebagai sekutu bagi Allah Azza wa Jalla dalam peribadatan mereka. Mereka berdoa kepada Nabi-nya dan meninggalkan berdoa kepada Allah Azza wa Jalla, padahal ibadah tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan peringatan kepada umatnya agar tidak menjadikan kuburan beliau sebagai tempat berkumpul dan berkunjung, sebagaimana dalam sabdanya Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Janganlah kamu jadikan kuburanku tempat berkumpul, bacalah salawat atasku, sesunggguhnya salawatmu sampai kepadaku dimanapun kamu berada”.[15]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan peringatan keras kepada umatnya tentang sikap berlebihan dalam menyanjung dan mengagungkan beliau Shallallahu 'alaihi wa salllam. Bahkan, ketika ada orang yang berlebihan dalam mengagungkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka berkata: “Engkau Sayyid kami dan anak sayyid kami, engkau orang terbaik di antara kami, dan anak dari orang terbaik di antara kami”, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada mereka: “Katakanlah dengan perkataanmu atau sebagiannya, dan jangan biarkan syaitan menggelincirkanmu”.[16]

Termasuk perbuatan yang berlebihan dan melampui batas terhadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bersumpah dengan nama beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena sumpah adalah bentuk pengagungan yang tidak boleh diberikan kecuali kepada Allah Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa bersumpah hendaklah bersumpah dengan nama Allah Azza wa Jalla, jikalau tidak bisa hendaklah ia diam”.[17]

Cukuplah dengan hadits tentang larangan bersikap berlebihan dalam mengagungkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi dalil yang tidak membutuhkan tambahan dan pengurangan. Bagi setiap orang yang ingin mencari kebenaran, niscaya ia akan menemukannya dalam ayat dan hadits tersebut, dan hanya Allah-lah yang memberi petunjuk.

Kesalahan Keempat
Penulis kitab Barzanji menurunkan beberapa shalawat bid’ah yang mengandung pujian yang sangat berlebihan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Para pengagum kitab Barzanji menganggab bahwa membaca shalawat kepada nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan ibadah yang sangat terpuji. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya". [al-Ahzâb/ 33:56]

Ayat ini yang mereka jadikan sebagai dalil untuk membaca kitab tersebut pada setiap peringatan maulîd Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Padahal, ayat di atas merupakan bentuk perintah kepada umat Islam agar mereka membaca shalawat di manapun dan kapanpun tanpa dibatasi saat tertentu seperti pada perayaan maulîd Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Tidak dipungkiri bahwa bersalawat atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terutama ketika mendengar nama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam disebut sangat dianjurkan. Apabila seorang muslim meninggalkan salawat atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, ia akan terhalang dari melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan manfaat, baik di dunia dan akhirat, yaitu:

1). Terkena doa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Sungguh celaka bagi seseorang yang disebutkan namaku di sisinya, namun ia tidak bersalawat atasku”.[18]
2). Mendapatkan gelar bakhil dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Orang bakhîl adalah orang yang ketika namaku disebut di sisinya, ia tidak bersalawat atasku”[19].
3). Tidak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah Azza wa Jalla, karena meninggalkan membaca salawat dan salam atas Nabi n dan keluarganya. Nabi n bersabda: "Barangsiapa membaca salawat atasku sekali, maka Allah Azza wa Jalla bersalawat atasnya sepuluh kali”.[20]
4). Tidak mendapatkan keutamaan salawat dari Allah Azza wa Jalla dan para Malaikat.
Allah Azza wa Jalla berfirman:"Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya memohonkan ampunan untukmu, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya yang terang dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman" [Al-Ahzâb/ 33:43]

Bahkan, membaca shalawat menjadi sebab lembutnya hati, karena membaca shalawat termasuk bagian dari dzikir. Dengan dzikir, hati menjadi tenteram dan damai sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla : “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah Azza wa Jalla. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Ar-Ra'du/ 13:28). Tetapi dengan syarat membaca shalawat secara benar dan ikhlas karena Allah Azza wa Jalla semata, bukan shalawat yang dikotori oleh bid’ah dan khufarat serta terlalu berlebihan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga bukan mendapat ketenteraman di dunia dan pahala di akherat, melainkan sebaliknya, mendapat murka dan siksaan dari Allah Azza wa Jalla. Siksaan tersebut bukan karena membaca shalawat, namun karena menyelisihi sunnah ketika membacanya. Apalagi, dikhususkan pada malam peringatan maulîd Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam saja, yang jelas-jelas merupakan perayaan bid’ah dan penyimpangan terhadap Syariat.

Kesalahan Kelima
Penulis kitab Barzanji juga menyakini tentang Nur Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana yang terungkap dalam syairnya:

وَماَ زَالَ نُوْرُ الْمُصْطَفَى مُتْنَقِلاً مِنَ الطَّيِّبِ اْلأَتْقَي لِطاَهِرِ أَرْدَانٍ

Nur Mustafa (Muhammad) terus berpindah-pindah dari sulbi yang bersih kepada yang sulbi suci nan murni.

Bandingkanlah dengan perkataan kaum zindiq dan sufi, seperti al-Hallaj yang berkata: “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki cahaya yang kekal abadi dan terdahulu keberadaannya sebelum diciptakan dunia. Semua cabang ilmu dan pengetahuan di ambil dari cahaya tersebut dan para Nabi sebelum Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menimba ilmu dari cahaya tersebut.

Demikian juga perkataan Ibnul Arabi Atthâ'i bahwa semua Nabi sejak Nabi Adam Alaihissalam hingga Nabi terakhir mengambil ilmu dari cahaya kenabian Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu penutup para Nabi”.[2]

Perlu kita diketahui bahwa ghuluw itu banyak sekali macamnya. Kesyirikan ibarat laut yang tidak memiliki tepi. Kesyirikan tidak hanya terbatas pada perkataan kaum Nasrani saja, karena umat sebelum mereka juga berbuat kesyirikan dengan menyembah patung, sebagaimana perbuatan kaum jahiliyah. Di antara mereka tidak ada yang mengatakan kepada Tuhan mereka seperti perkataan kaum Nasrani kepada Nabi Isa Alaihissalam , seperti ; dia adalah Allah, anak Allah, atau menyakini prinsip trinitas mereka. Bahkan mereka mengakui bahwa tuhan mereka adalah kepunyaan Allah Azza wa Jalla dan di bawah kekuasaan-Nya. Namun mereka menyembah tuhan-tuhan mereka dengan keyakinan bahwa tuhan-tuhan mereka itu mampu memberi syafaat dan menolong mereka.

Demikian uraian sekilas tentang sebagian kesalahan kitab Barzanji, semoga bermanfaat.[23]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_________
Footnotes
[1]. Al-Munjid fî al A’lâm, 125
[2]. Majmûatul Mawâlid, hal. 132.
[3]. HR.Tirmidzi dan dishahîhkan al Albâni di dalam shâhihul jam'i hadits yang ke 6468
[4]. Lihat Majmûatul Mawâlid Barzanji, hal. 101.
[5]. Shahih diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (348) dan Abu Daud dalam Sunannya (4718).
[6]. Lihat Minhâj Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi, 3/ 74.
[7]. Aunul Ma’bûd, Abu Thayyib (12/ 324)
[8]. Aunul Ma’bûd, Abu Thayyib (12/ 324)
[9]. Lihat Fikih Tradisionalisme, Muhyiddîn Abdusshâmad (277-278)
[10]. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri : 3/187, no : 2731, 2732, al-Fath 5/388.
[11]. Shahih diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (3043) dan Imam Muslim dalam Shahîhnya (1768)
[12]. Lihat Minhâj Syarah Shahîh Muslim, Imam Nawawi, juz XII, hal. 313.
[13]. Lihat Ikmâlil Mu’lim Bi Syarah Shahîh Muslim, Qadhi Iyadh, 6/ 105.
[14]. Shahîh diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (3445)
[15]. Shahîh diriwayatkan oleh Abu Dâwud dengan sanad yang shahîh (2042) dan dishahîhkan oleh Syaikh Albâni dalam Ghâyatul Marâm : 125
[16]. Shahîh, dishahîhkan Oleh Albâni dalam Ghâyatul Marâm 127, lihatlah takhrîj beliau di dalamnya.
[17]. Shahîh, diriwayatkan oleh Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (2679) dan Imam Muslim dalam Shahîhnya (1646)
[18]. Shahîh, diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (3545), Imam Ahmad dalam Musnadnya 2/254, dan dishahîhkan oleh Albâni dalam irwâ' : 6
[19]. Shahîh diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam Sunannya (3546), Imam Ahmad dalam Musnadnya 1/201 dan dishahîhkan Albâni dalam irwâ' : 5
[20]. Shahîh diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahîhnya (284).
[21]. Majmûatul Mawâlîd(101).
[22]. Lihat perinciannya dalam kitab Mahabbatur Rasûlullâh oleh Abdur Rauf Utsman (169-192).
[23]. Insya Allah, untuk lebih jelasnya akan penulis sampaikan dalam buku ”Ritual Tradisional”. Semoga Allah k memudahkan penulisan buku ini yang memuat 40 bid’ah populer di kalangan kaum tradisional di Indonesia yang meliputi, Shalawâtan, Barzanjian, Daibaan, Yasinan, Tahlilan, Ratiban, Manaqiban, Rajaban, Sya’banan, Selamatan dan bid’ah-bid’ah lain.

Original taken from Bachtiar Abu Shofiyya

Monday, February 22, 2010

Nasehat seorang ikhwan untuk para akhwat yang masih memajang foto di FB...

Nasehat seorang ikhwan untuk para akhwat yang masih memajang foto di FB...



Dengan Nama Allah yang Maha Rahman Maha Rahiim

Semoga apa yang ana sampaikan nantinya tidak ternoda dengan hawa nafsu pribadi, tapi memberikan jawaban yang sesuai apa yang telah ana pahami selama ini, insya Allah......

Saudaraku fillah, Allah telah memerintahkan kepada wanita-wanita yang beriman, laki-laki yang beriman untuk menundukkan pandangan, dan menundukkan pandangan itu jika kita mau memahaminya sungguh luas cakupannya, tidak hanya menahan pandangan kedua mata, tapi juga setiap anggota tubuh dari apa-apa yang menurut syari'at itu tidaklah layak untuk dinikmati...

Janganlah kita menjadi sebab orang lain berbuat dosa, tidakkah kita juga merasa berdosa telah membuat saudara kita yang lain berbuat dosa, karena kita?

Bukankah Allah telah memerintah bagi wanita-wanita yang beriman untuk menundukkan pandangan, begitu juga laki-laki yang beriman?

Dimanakah kalian hamba-hamba Allah yang beriman mengaplikaikan perintah Allah ini?

Allah menganuriakan kepada kita wajah yang cantik, tampan, tapi ada pula yang menurut kata manusia itu wajah yang buruk, jelek, padahal itu sesungguhnya sebaik-baik ciptaan yang telah Allah karuniakan kepada kita masing...

Lantas bukan berarti yang berwajah tampan, cantik kemudian takabur, merasa bangga, merasa dirinya layak untuk diketahui semua orang, sehingga ia mendapatkan sanjungan dan pujian, dan tidak sedikit karena kecerobohan sikapnya itu, iya kecerobohannya, ia telah membuat hamba Allah lainnya cemburu,bahkan berbuat dosa karena sikapnya itu...

Dan bukan berarti pula yang dikaruniai wajah yang kurang tampan,kurang cantik harus berkecil hati,sungguh tidak ada yang patut untuk disedihkan,karena Allah tidak melihat semua itu, Allah hanya melihat apa yang ada didalam hati...

Saudaraku fillah, bagaimana mungkin perintah Allah untuk menundukkan pandangan itu akan tercipta dengan baik, jika salah satu pihak dari kaum muslimin meremehkannya?

Tidak cukup dengan laki2 yang beriman yang menundukkan pandangannya sj akan tetapi wanita2 yang beriman malah mengumbar perhiasan mereka???

bagaimana mungkin seorang laki2 bisa menjaga kedua matanya dari memandang yang seharusnya tak ia pandangan sedangkan disamping kiri kanannya ada wanita2 yang tidak mau mengindahkan perintah Allah untuk menjaga perhiasan mereka?

siapakah yang bersalah misal terjadi yang demikian yaa ikhwah???

Nasihat saudaramu yang masih jahil ini kepada saudariku, sungguh, janganlah kalian menampakkan wajah kalian dihadapan laki2 yang bukan mahram kalian,jangan mengusik hati kami dengan indahnya wajah kalian,simpan baik2 wajah indah itu,itu karunia Allah tak seharusnya kalian tempatkan pada tempat yang tidak mulia, tidakkah kalian berpikir jika misal ada laki2 beriman menjadi kotor hatinya karena melihat foto antum,baik sengaja atau tidak sengaja?

kemudian hatinya gelisah, sungguh kami ingin menjaga kedua mata ini tapi wanita2 itu malah menampakkannya,

benar iman kami lemah yaa Allah,tapi apa kami yang salah sedangkan kami sudah mencoba pandangan kedua mata ini,tapi hambamu yang bernama wanita itu tidak mau melaksanakan perintahmu untuk menundukkan pandangan,tidak menjaga perhiasannya???a

pakah kalian wahai para wanita,siap dihadapkan pada pengadilan Allah atas aduan2 itu nantinya???apa yang akan kalian katakan pada Allah,saudariku?

Nasihat untuk saudaraku laki-laki yang beriman, janganlah kalian lemah akan tipu daya syaithan, sungguh wanita itu memang diciptkan akan menjadi fitnah yang sungguh dahsyat kerusakannya untukmu laki2 beriman jika kalian lengah dr pada menjaga hati dan kedua matamu...dikedua mata wanita itu terdapat binar2 iblis yang mana jika kalian melihatnya maka ia akan bisa menjadikan kalian layaknya iblis yang tunduk patuh pada hwa nafsu dan menjadi budak2nya syaithan...oleh karena itu,tidak usah kalian dekat2 dengan mereka jika memang tidak ada kepentingan yang mana dibenarkan oleh syar'i, cukuplah wanita yang akan menjadi istrimu kelak engkau berasyik masyuk dengannya...

Saudariku, niat baik itu tidak cukup untuk melakukan sebuah kebaikan,tapi hendaknya niat baik itu juga diikuti dengan cara yang baik pula untuk meraihnya. sungguh, tidak perlu,tidak penting kalian memasang foto kalian dimedia semacam fb ini,itu hanya akan menimbulkan fitnah,jangan hanya melihat maslahatnya sj,tapi tengoklah juga madharatnya nanti, jangan hanya menuruti keinginan pribadi,tapi ingini pulalah kami kaum laki2,kami ingin menjaga diri,kami ingin menundukkan pandangan,jangan kalian menjadi semacam penggoda mata2 kami ini.

Sejak awal,tidak hanya sekali,ana sudah menyerukan kepada wanita2 beriman yang memasang fotonya di fb,untuk segera diganti dengan gambar lain sj,alhamdulillah ada beberapa yang menerima pendapat ana,karena jika kita melakukan suatu kebaikan,hendaklah diliat maslahat dan madharat yang akan terjadi,tidak cukup dengan niat baik,tapi juga diiringi dengan niat yang benar pula.

apa tujuan kalian memperlihatkan foto wajah kalian?

bahkan tidak sedikit wanita yang bercadar yang melakukan ini,ana tanyakan kepada beliau2 ini,apa tujuan antum semua bercadar?
untuk menjaga wajah dari tatapan mata laki2?
kalau memang begitu,lalu kenapa setelah antum bercadar malah antum tampakkan didepan khalayak yang bisa semua orang diseluruh penjuru dunia ini melihat antum?

memandangi antum?

menatap,bahkan mencermati setiap lekuk dari wajah itu,atau mencetaknya dan dismpan dalam kamarnya?

apa kalian tidak merasa jijik?
tidak merasa risih?

yaa ikhwah, dakwah itu memang wajib,tidak ada larangan wanita berdakwah kepada laki2 dan sebaliknya,tapi jagalah batas2 yang ada,jangan melanggarnya,perhatikan adab2nya

bagaimanapun jug antum kelak hanya akan bersuamikan seorang laki2,tidak kasihankah antum jika foto2 antum itu tidak hanya menjadi milik laki2 yang akan menjadi suami antum kelak?

tapi juga menjadi foto yang mngkin sj setiap laki2 yang meliat foto antum mempunyai,menjadikannya teman tidur dikala malam,memandanginya???
Na'udzubillah
kalau begitu,apa antum tidak sebaiknya menyimpan foto2 pribadi antum saudariku???

berbicara sebagai identita, sungguh ini alasan yang tidak logis menurut kaca mata syari'at, kenapa? dengan memasang foto itu tidak menjamin orang lain tidak bisa menggunakan identitas kita untuk berbohong,jika itu alasannya, apa antum tidak berpikir foto antum itu bisa di save? dan kemudian di jadikan picture di account fb orang tsbt? ini alasan yang tidak mendasar, sungguh..yang ada hanya akan timbul fitnah,saudariku...

apakah antum hanya akan menyalahkan kaum laki2 yang berbuat demikian,misalnya?apakah antum tidak berpikir bagaimana bisa para2 laki2 itu bisa berbau demikian?karena apa dan siapa???tidakkan antum merasa punya andil bagi laki2 tersebut berbuat dosa?niat dan tujuan sj itu tidak cukup saudariki,wallahi tidak cukup...tapi hendaknya diiringi dengan cara yang benar....kalau antum meyakini kebenaran niat dan tujuan yang baik itu sudah cukup tanpa dibarengi dengan cara yang baik,maka akan timbul banyak kerusakan,lalu bagiamana dengan seorang pencuri yang mencuri dengan niat untuk disedekahkan?untuk menafkahi keluarganya?apa antum juga membenarkan tindakan yang semisal demikian?baik itu niatnya,untuk sedekat,memberi nafkah,tapi apa antum menafikan bagaimana orang itu merealisasikan niat baiknya itu????

Allahu a'lam


tulisan dari seorang ikhwan...

Taken from Inur Masih Dhaif Ilmunya

Wednesday, February 17, 2010

Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak

Tuesday, 22 July 2008 20:58 USTADZ ABU AHMAD ZAINAL ABIDIN BIN SYAMSUDDIN


PENGARUH KESHALIHAN ORANG TUA

Keshalihan kedua orang tua memberi pengaruh kepada anak-anaknya. Bukti pengaruh ini bisa dilihat dari kisah Nabi Khidhir yang menegakkan tembok dengan suka rela tanpa meminta upah, sehingga Musaq menanyakan alasan mengapa ia tidak mau mengambil upah. Allah 'Azza Wa Jalla berfirman memberitakan perkataan Nabi Khidhir, yang artinya:

Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaan dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Rabbmu dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (Qs. al-Kahfi/18:82).

Dalam menafsirkan firman Allah 'Azza Wa Jalla “dan kedua orang tuanya adalah orang shalih,” Ibnu Katsir berkata: “Ayat di atas menjadi dalil bahwa keshalihan seseorang berpengaruh kepada anak cucunya di dunia dan akhirat, berkat ketaatan dan syafaatnya kepada mereka, maka mereka terangkat derajatnya di surga agar kedua orang tuanya senang dan berbahagia sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur`ân dan as-Sunnah”.1 Allah telah memerintahkan kepada kedua orang tua yang khawatir terhadap masa depan anak-anaknya agar selalu bertakwa, beramal shalih, beramar ma’ruf nahi mungkar dan berbagai macam amal ketaatan lainnya, sehingga dengan amalan-amalan itu Allah akan menjaga anak cucunya.

{mospagebreak}

Allah 'Azza Wa Jalla berfirman, yang artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Qs. an-Nisâ‘/4:9).

Dari Said bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu'anhu, berkata: “Allah 'Azza Wa Jalla mengangkat derajat anak cucu seorang mukmin setara dengannya, meskipun amal perbuatan anak cucunya di bawahnya, agar kedua orang tuanya tenang dan bahagia. Kemudian beliau membaca firman Allah, (yang artinya):

‘Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya’.” (Qs. ath-Thûr/52:21).2

Ibnu Syahin meriwayatkan, bahwasanya Haritsah bin Nu‘man Radhiallahu'anhu datang kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wa Sallam namun ia sedang berbicara dengan seseorang hingga ia duduk tidak mengucapkan salam, maka Jibril 'Alaihissalam berkata: “Ketahuilah bila orang ini mengucapkan salam, maka aku akan menjawabnya?” Nabi Shallallahu'alaihi Wa Sallam berkata kepada Jibril 'Alaihissalam: “Kamu kenal dengan orang ini?” Jibril 'Alaihissalam menjawab: “Ya, ia termasuk delapan puluh orang yang sabar pada waktu perang Hunain yang telah dijamin rizki oleh Allah bersama anak-anak mereka nanti di surga”.3

Syaikh Shiddiq Hasan Khân Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat anak cucu seorang mukmin, meskipun amalan mereka di bawahnya, agar orang tuanya tenang dan bahagia, dengan syarat mereka dalam keadaan beriman dan telah berumur baligh bukan masih kecil. Meskipun anak-anak yang belum baligh tetap dipertemukan dengan orang tua mereka”.4

Cara yang paling tepat untuk meluruskan anak-anak harus dimulai dengan melakukan perubahan sikap dan perilaku dari kedua orang tua. Begitu pula dengan merubah sikap dan perilaku kita kepada kedua orang tua kita, yaitu dengan berbuat baik dan taat kepadanya, serta menjauhi sikap durhaka kepadanya. Kita harus menanamkan komitmen dan berpegang teguh terhadap syariat Allah pada diri kita dan anak-anak. Barang siapa yang belum sayang kepada diri sendiri dengan berbuat baik kepada kedua orang tua, maka hendaklah segera bersikap sayang kepada anak-anaknya, yaitu dengan berbuat baik kepada orang tuanya agar nantinya anak cucunya berbuat baik kepadanya, sehingga mereka selamat dari dosa durhaka kepada kedua orang tua dan murka Allah. Karena anak-anak saat ini adalah orang tua di masa yang akan datang dan suatu ketika ia akan merasakan hal yang sama ketika menginjak masa tua.

{mospagebreak}

MENCERMATI PENGARUH LINGKUNGAN

Lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk dan menentukan perubahan sikap dan perilaku seseorang, terutama pada generasi muda dan anak-anak. Bukankah kisah pembunuh 99 nyawa manusia yang akhirnya lengkap membunuh 100 nyawa itu berawal dari pengaruh buruknya lingkungan? Sehingga, nasihat salah seorang ulama supaya pembunuh tersebut mampu bertaubat dengan tulus dan terlepas dari jeratan kelamnya dosa, ialah agar ia meninggalkan lingkungan tempatnya bermukim dan pindah ke suatu tempat yang dihuni orang-orang baik yang selalu beribadah kepada Allah.5

Anak merupakan anugerah, karunia dan nikmat Allah yang terbesar yang harus dipelihara, sehingga tidak terkontaminasi dengan lingkungan. Oleh karena itu, sebagai orang tua, maka wajib untuk membimbing dan mendidik sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhkan anak-anak dari pengaruh buruk lingkungan dan pergaulan. Wajib mencarikan lingkungan yang bagus dan teman-teman yang istiqâmah. Keluarga adalah lingkungan pertama dan mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar dalam pendidikan anak. Karena keluarga merupakan tempat pertama kali bagi tumbuh kembangnya anak, baik jasmani maupun rohani. Keluarga sangat berpengaruh dalam membentuk aqidah, mental, spiritual dan kepribadian, serta pola pikir anak. Yang kita tanamkan pada masa-masa tersebut akan terus membekas pada jiwa anak dan tidak mudah hilang atau berubah sesudahnya. Adapun bagi seorang pendidik, ia harus menjauhkan anak didiknya dari hal-hal yang membawa kepada kebinasaan dan ketergelinciran, serta mengangkat derajat mereka dari derajat binatang menjadi derajat manusia yang mempunyai semangat untuk mengemban amanat dan tugas agama. Sebagai pendidik, seseorang harus menjadikan kepribadian Rasul Shallallahu'alaihi Wa Sallam sebagai suri tauladan dalam seluruh aspek kehidupan dan dalam setiap proses pendidikan. Mengajak mereka untuk mengikuti jejak salafush-shalih serta memberi motivasi anak didik agar selalu bersanding dengan ulama dan orang-orang shalih. Seorang pendidik juga harus memahami dampak buruk yang disebabkan oleh keteledoran dalam mendidik anak. Dan ia harus mewaspadai faktor-faktor yang bisa mempengaruhi proses pendidikan anak, yaitu lingkungan rumah, sekolah, media cetak dan elektronik, teman bergaul, sahabat serta pembantu.

{mospagebreak}

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN ANAK

A. Rumah.

Rumah adalah tempat pendidikan pertama kali bagi seorang anak dan merupakan tempat yang paling berpengaruh terhadap pola hidup seorang anak. Anak yang hidup di tengah keluarga yang harmonis, yang selalu melakukan ketaatan kepada Allah 'Azza Wa Jalla, sunah-sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam ditegakkan dan terjaga dari kemungkaran, maka ia akan tumbuh menjadi anak yang taat dan pemberani. Oleh karena itu, setiap orang tua muslim harus memperhatikan kondisi rumahnya. Ciptakan suasana yang Islami, tegakkan sunnah, dan hindarkan dari kemungkaran. Mohonlah pertolongan kepada Allah agar anak-anak kita menjadi anak-anak yang bertauhid, berakhlak dan beramal sesuai dengan sunnah Rasulullah serta mengikuti jejak para salafush-shalih. Nabi Shallallahu'alaihi Wa Sallam bersabda:



Janganlah engkau jadikan rumahmu seperti kuburan; sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat al-Baqarah.6 Dalam hadits ini, terdapat anjuran untuk memperbaiki rumah supaya tidak seperti kuburan dan menjadi sarang setan, sehingga anak-anak yang tumbuh di dalamnya jauh dari Islam, bahkan kemungkaran setiap saat terjadi di rumahnya dan percekcokan orang tuanya mewarnai hidupnya, maka tidak disangsikan anak akan tumbuh menjadi anak yang keras dan kasar.

{mospagebreak}

B. Sekolah.

Sekolah merupakan lingkungan baru bagi anak. Tempat bertemunya ratusan anak dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda, baik status sosial maupun agamanya. Di sekolah inilah anak akan terwarnai oleh berbagai corak pendidikan, kepribadian dan kebiasaan, yang dibawa masing-masing anak dari lingkungan dan kondisi rumah tangga yang berbeda-beda.

Begitu juga para pengajar berasal dari berbagai latar belakang pemikiran dan budaya serta kepribadian. Bagaimanakah keadaan mereka? Apakah memiliki komitmen terhadap aqidah yang lurus? Ataukah sebagai pengekor budaya dan pemikiran Barat yang rusak? Ataukah para pengajar memiliki pemikiran dan keyakinan yang dibangun berdasarkan nilai agama? Ataukah hanya sekedar pengajar yang menebarkan racun pemikiran dan budaya busuk, sehingga menghancurkan anak-anak kita? Seorang pengajar merupakan figur dan tokoh yang menjadi panutan anak-anak dalam mengambil semua nilai dan pemikiran tanpa memilah antara yang baik dengan yang buruk. Karena anak-anak memandang, guru adalah sosok yang disanjung, didengar dan ditiru. Sehingga pengaruh guru sangat besar terhadap kepribadian dan pemikiran anak. Oleh sebab itu, seorang pengajar harus membekali diri dengan ilmu dîn (agama) yang Shahîh sesuai dengan pemahaman Salafush-Shalih dan akhlak yang mulia, serta rasa sayang kepada anak didik. Dan tidak kalah penting, dalam membentuk kepribadian anak di sekolah, adalah kurikulum pendidikan. Apakah kurikulum tersebut berasal dari manhaj Islam, sehingga dapat mendukung untuk menegakkan ajaran Allah, sunnah Rasul dan ajaran Salafus-Shalih? Ataukah hanya sekedar menegakkan nilai dan wawasan kebangsaan, semangat nasionalisme dan kesukuan?

{mospagebreak}

C. Media Elektronik dan Cetak.

Kedua media ini sangat berpengaruh terhadap pendidikan, tingkah laku dan kepribadian anak. Kalau orang tua tidak berhatihati dan waspada terhadap kedua media ini. Tidak jarang anak-anak akan tumbuh sebagai mana yang ia peroleh dari kedua media ini.

1. Radio dan Televisi

Dunia telah terbuka lebar bagi kita, dan dunia pun sudah berada di hadapan kita, bahkan di depan mata kita melalui beragam channel TV. Sarana-sarana informasi, baik melalui beragam radio dan televisi memiliki pengaruh yang sangat berbahaya dalam merusak pendidikan anak.

Dari sisi lain, radio dan televisi sebagai sumber berita, wahana penebar wacana baru, menimba ilmu pengetahuan dan menanamkan pola pikir pada anak. Namun kedua media itu juga menjadi sarana efektif dan senjata pemusnah massal para musuh Is-lam untuk menghancurkan nilai-nilai dasar Islam dan kepribadian islami pada generasi muda, karena para musuh selalu membuat rencana dan strategi untuk menghancurkan para pemuda Islam, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.

Dalam buku Protokolat, para pemuka Yahudi menyatakan, bila orang Yahudi hendak memiliki negara Yahudi Raya, maka mereka harus mampu merusak generasi muda. Oleh karena itu, mereka sangat bersungguh-sungguh dalam menjerat generasi muda, terutama anak-anak. Mereka berhasil menebarkan racun kepada generasi muda dan anak-anak melalui tayangan film-film horor atau mistik yang mengandung unsur kekufuran dan kesyirikan. Tujuannya, ialah untuk menanamkan keyakinan dan pemikiran yang rusak pada para pemuda dan anak-anak. Misalnya, seperti film-film yang berjudul atau bertema Manusia Raksasa, Satria Baja Hitam, Xena, Spiderman. Atau seperti halnya film-film Nusantara yang kental dengan nilai-nilai yang merusak moral dan lain-lain. Atau film dunia hewan, seperti Ninja Hatori dan Pokemon. Atau film peperangan antara makhluk luar angkasa dengan penduduk bumi, atau manusia planet yang menampilkan orang-orang telanjang yang tidak menutup aurat dan mengajak anak-anak untuk hidup penuh romantis atau berduaan antara wanita dan laki-laki yang bukan mahram, atau melegalisasi perbuatan zina sehingga mereka melakukan zina dengan mudah, gampang dan bukan suatu aib, serta tidak perlu dihukum; bahkan dalam pandangan mereka orang yang mampu merebut wanita dari tangan orang lain dianggapnya sebagai pahlawan. Lebih parah lagi, film-film sejenis itu banyak ditayangkan dan cukup banyak diminati oleh kalangan muda dan orang dewasa.

Acara televisi seperti itu sangat berbahaya. Ia dapat menghancurkan kepribadian dan akhlak anak, serta merobohkan sendi-sendi aqidah yang telah tertanam kokoh, sehingga para pemuda menjadi generasi yang labil dan lemah, tidak memiliki kepribadian.

Ada seorang dokter yang kini aktif di salah satu yayasan. Di salah satu stasiun televisi, dia bercerita bahwa dirinya mulai mencoba merokok sejak kelas 4 SD, kemudian minum minuman keras, menghisap ganja, dan itu terus berlangsung hingga saat kuliah di kedokteran dengan kadar semakin besar. Yang menarik disini, ternyata yang menjadi motivasi sang dokter ini melakukan hal itu, karena ia ingin meniru gaya yang ditampilkan di dalam film koboi, bahwa seorang tokoh koboi kelihatan gagah berani dengan menenggak minuman keras. Sang dokter juga mengatakan, selama melakukan hal itu tidak ada yang memberi pengajaran atau pun mengingatkannya. Oleh karena itu, orang tua harus berhati-hati dan waspada terhadap bahaya televisi.

{mospagebreak}

2. Internet.

Dari hari ke hari, semakin nampak jurang pemisah antara peradaban Barat dan fitrah manusia. Setiap orang yang menggunakan hati kecil dan pendengarannya dengan baik, pasti ia akan menyaksikan, betapa budaya Barat telah merobek dan mencabik-cabik nilai kemanusiaan, seperti dalam hal internet. Media ini telah menyumbangkan dampak negatif, sebab bahaya yang timbul dari internet lebih banyak daripada manfaatnya. Bahkan media ini sudah mengenyampingkan nilai kemuliaan dan kesucian dalam kamus kehidupan manusia. Misalnya, ada suatu situs khusus yang menampilkan berbagai gambar porno, sehingga dapat menjerat setiap muda mudi dengan berbagai macam perbuatan keji dan kotor. Akibat yang ditimbulkan ialah kehancuran. Inilah perang pemikiran yang paling dahsyat dan berbahaya yang dicanangkan Yahudi untuk menghancurkan nilai Islam dan generasi muslim. Banyak negara-negara Eropa dan Arab merasa sangat terganggu dan mengalami berbagai kenyataan pahit akibat kehadiran media internet ini. Wahai para pendidik, jagalah anak-anakmu dari bahaya racun media tersebut!

3. Telepon.

Manfaat telepon pada zaman sekarang ini tidak diragukan lagi, dan bahkan telepon telah mampu menjadikan waktu semakin efektif, informasi semakin cepat dan berbagai macam usaha ataupun pekerjaan mampu diselesaikan dalam waktu sangat singkat. Dalam beberapa detik saja, anda mampu menjangkau seluruh belahan dunia. Namun sangat disayangkan, ternyata kenikmatan tersebut berubah menjadi petaka dan bencana yang menghancurkan sebagian rumah tangga umat Islam.

Telepon, jika tidak digunakan sesuai dengan manfaatnya, maka tidak jarang justru akan menimbulkan bencana yang besar bagi keluarga muslim. Seringkali kejahatan menimpa keluarga muslim berawal dari telepon, baik berupa penipuan, pembunuhan, maupun perzinaan. Dan yang sering terjadi, baik pada remaja maupun orang dewasa, yaitu hubungan yang diharamkan bermula dari telepon. Karena dengan telepon, kapan saja hubungan bisa terjalin dengan mudah; apalagi sekarang, alat ini semakin canggih dan biayapun semakin murah.

Ada sebuah kisah nyata, seorang gadis belia menyerahkan kehormatannya kepada seorang laki-laki yang haram untuknya karena telepon. Awalnya, dari saling berbicara kemudian mengikat janji untuk bertemu, dan akhirnya perbuatan keji terjadi. Akhirnya, siapakah yang nanggung derita? Banyak juga terjadi, seorang ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga berselingkuh berawal dari telepon, wa iyyadzubillah.

Oleh karena itu, kita harus waspada terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh pesawat ini. Gunakan telepon dengan semestinya. Hindari penggunaan yang tidak penting, disamping menghemat biaya juga terhindar dari bahaya. Dan yang perlu diwaspadai, telepon dengan lawan jenis, baik seorang murid dengan gurunya, atau seorang thalabul ‘ilmi dengan ustadz, apalagi di antara para remaja putra maupun putri; karena setan tidak akan membiarkan kalian selamat dari jeratannya. Allahu musta’an.

{mospagebreak}

4. Majalah dan Cerpen Anak

Majalah dan buku-buku cerita sangat berperan penting dalam membentuk pola pikir dan ideologi anak. Sementara itu, majalah anak yang beredar di negeri kita, baik majalah anakanak maupun majalah remaja, isinya sangat jauh dari nilai-nilai Islam. Yang banyak ditonjolkan adalah syahwat dan hidup konsumtif. Ironisnya, media ini banyak dijadikan sebagai rujukan oleh anak-anak dan para remaja kita. Pengaruh majalah tersebut sangat besar dalam mempengaruhi generasi muda, sehingga banyak kita temui gaya hidup dan pola pikir mereka meniru dengan yang mereka dapatkan dari majalah yang kebanyakan pijakannya diambil dari budaya orang-orang kafir.

Padahal Al-Qur‘an yang mulia, banyak memuat cerita-cerita, seperti kisah tentang sapi Bani Israil, kisah tentang Ashabul-Kahfi dan pemilik kebun dalam surat al-Kahfi, kisah pertarungan antara kekuatan hak dengan batil, dan kisah-kisah umat-umat zaman dahulu yang diberi sanksi Allah akibat pelanggaran mereka terhadap perintah-Nya, serta seluruh kisah-kisah para nabi dan rasul. Disamping itu, masih banyak kisah-kisah yang benar dari as- Sunnah untuk menanamkan keteladanan para sahabat dan umat sebelumnya.

Oleh sebab itu, majalah dan buku-buku cerita memiliki peran yang sangat urgen, memiliki pengaruh sangat signifikan dalam membentuk pola pikir dan tingkah laku serta pendidikan anak. Anak-anak sangat gemar dan tertarik dengan berbagai kisah, karena kisah mengandung daya tarik, hiburan, lelucon, kepahlawanan, amanah, dan kesatriaan.

5. Komik dan Novel.

Komik banyak digandrungi oleh anakanak kecil atau remaja, bahkan orang dewasa. Namun bacaan ini, sekarang banyak memuat gambar-gambar yang tidak sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Begitu pula novel, rata-rata berisi percintaan, dongeng palsu, cerita legendaris, penuh dengan muatan syirik dan kekufuran, serta cerita romantika picisan.

{mospagebreak}

D. Teman dan Sahabat.

Teman memiliki peran dan pengaruh besar dalam pendidikan, sebab teman mampu membentuk prinsip dan pemahaman yang tidak bisa dilakukan kedua orang tua. Oleh sebab itu, Al-Qur‘ân dan as-Sunnah sangat menaruh perhatian dalam masalah persahabatan.

Allah berfirman, yang artinya:

Dan bersabarlah kamu bersama-sama orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. (Qs. al-Kahfi/18:28).

Allah berfirman memberitakan penyesalan orang kafir pada hari Kiamat, yang artinya: Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur‘an ketika Al-Qur‘an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia. (Qs. al-Furqân/25:28-29).

Dari Abu Hurairah Radhiallahu'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi Wa Sallam bersabda:

Seseorang tergantung agama temannya, maka hendaklah seorang di antara kalian melihat teman bergaulnya.7

Dari Abu Musa al-Asy’ari, ia bersabda:

Sesungguhnya, perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai besi; adapun penjual minyak, maka kamu kemungkinan dia memberimu hadiah atau engkau membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau anyir.8

Sahabat memberi pengaruh dan mewarnai perilaku temannya, seperti kata Imam Syafi’i dalam syairnya:

Saya mencintai orang-orang shalih walaupun aku tidak seperti mereka.
Semoga dengan mencintai mereka aku mendapatkan syafaat-Nya.
Aku membenci seseorang karena kemaksiatannya,
meskipun kami dalam hal perbelakan hampir sama.9

Wahai para pendidik, pilihkan untuk anakanakmu teman yang baik sebagaimana engkau memilihkan untuk mereka makanan dan pakaian yang terbaik.

{mospagebreak}

E. Jalanan.

Jalanan tempat bermain dan lalu lalang anakanak terdapat banyak manusia dengan berbagai macam perangai, pemikiran, latar belakang sosial dan pendidikan. Dengan beragam latar belakang, mereka sangat membahayakan proses pendidikan anak, karena anak belum memiliki filter untuk menyaring mana yang baik dan mana yang buruk.

Di sela-sela bermain, anak akan mengambil dan meniru perangai serta tingkah laku temannya atau orang yang sedang lewat; sehingga terkadang mampu merubah pemikiran lurus menjadi rusak, apalagi mereka mempunyai kebiasaan rusak, misalnya perokok, pemabuk dan pecandu narkoba; maka mereka lebih cepat menebarkan kerusakan di tengah pergaulan anak-anak dan remaja.

F. Pembantu dan Tetangga.

Para pembantu memiliki peran cukup signifikan dalam pendidikan anak, karena pembantu mempunyai waktu yang relatif lama tinggal bersama anak, terutama pada usia balita. Sedangkan pada fase tersebut, anak sangat sensitif dari berbagai macam pengaruh. Pada masa usia itu merupakan masa awal pembentukan pemikiran dan aqidah, serta emosional. Begitu juga tetangga, mereka bisa membawa pengaruh, karena anak-anak kita kadang harus bermain ke rumahnya.

Waspadalah, wahai kaum muslimin! Jagalah anak-anak kalian dari semua pengaruh yang bisa merusak pendidikkan anak-anak kalian. Bekali mereka dengan aqidah yang shahih dan akhlak mulia. Ajarkan kepada mereka sirah Nabi Shallallahu'alaihi Wa Sallam dan perjalanan hidup para ulama. Tanamkan pula kesabaran dalam menunaikan segala kewajiban yang diperintahkan Allah, dan kesabaran dalam meninggalkan apa yang dilarang Allah. Jangan biarkan anak-anak kita terpengaruh oleh tingkah laku dan perangai orang-orang yang rusak dan jahat; yang dengan sengaja membuat strategi dan tipu daya untuk menghancurkan generasi umat Islam.



1 Tafsîr Ibnu Katsir, 5/ 141.
2 Lihat Tafsîr Jami‘ul-Bayan fî Tafsîril-Qur‘ân, ath-Thabari.
3 Riwayat Thabrani di dalam al-Kaba‘ir 3/227/(3225), dan disebutkan pula oleh Ibnu Hajar di dalam Ashabah, 1/312. Lihat pula Majma’uz-Zawaa‘id, 9/314.
4 Lihat Tafsîr Fathul-Bayân, Shiddiq Hasan Khân, 6/434.
5 Merujuk hadits riwayat al-Bukhari, no. 3470, Muslim no. 2766 (-red)
6 Shahîh, diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahîh-nya dalam kitab Shalat Musafirin (1821).
7 Shahîh, diriwayatkan Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya (4833), at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2379), dan beliau berkata: “Hadits ini hasan,” dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya, 2/ 303, 334.
8 Shahîh, diriwayatkan Imam al-Bukhari dalam Shahîh-nya (2101) dan Imam Muslim dalam Shahîh-nya (6653).
9 Lihat Diwan Imam as-Syafi’i, hlm. 79.
Origin note taken from Ummu Fauzan FB

Hukum Chating Ikhwan Akhawat Bukan Mahram (Muhrim)

Hukum Cating Ikhwan Vs Akhwat Bukan Mahram
Ditulis Oleh Ulyadi Yesma, Lc, Diplom
Assalamualaikum warahmatullahhi wabarakatuh
Semoga ustadz dalam keadaan baik-baik saja dan selalu dalam lindungn Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Saya mau bertanya ustadz, berhubung zaman saat ini semakin modern, sehingga dalam hal komunikasi pun kita lebih mudah, seperti layanan internet. Kita mengetahui ada program yahoo mesengger yang memudahkan kita, untuk berkomunikasi dengan yang lain. Tapi hal ini juga memicu terbukanya komunikasi seorang ikhwan dan akhwat, ataupun sebaliknya yang bukan mahramnya. Bagaimana hukum chatting antara ikhwan dan akhwat yang bukan muhrim itu Ustadz? Syukron atas jawabannya Waalaikumussalam Wa Rahmatullahi Wa Barakaatuh

Terima kasih atas doa yang akhi aturkan semoga akhi mendapatkan yang lebih baik. Akhi karim yang dimuliakan Allah. Sebagaimana yang akhi sampaikan bahwa, komunikasi dengan tulisan melalui jaringan internet atau yang lebih dikenal dengan chatting baru muncul dan populer beberapa tahun terakhir. Yaitu, tepatnya setelah ditemukannya jaringan internet. Karena itu dalam buku-buku ulama dahulu khususnya buku fiqih, istilah ini tidak bakal ditemukan. Namun substansi hukum dari chatting ini sebenarnya sudah dibahas oleh ulama, jauh sebelum jaringan internet ditemukan.
Chatting dengan lawan jenis yang bukan mahram sama halnya dengan berbicara lewat telepon, SMS, dan berkiriman surat. Semuanya memiliki kesamaan. Yaitu sama-sama berbicara antara lawan jenis yang bukan mahram. Kesamaan ini juga mengandung adanya kesamaan hukum. Karena itu akhi! Ada dua hal yang perlu kita bahas sebelum kita lebih jauh membicarakan hukum chatting itu sendiri. Pertama, adalah hukum bicara dengan lawan jenis yang bukan mahram. Kedua, adalah hukum khalwat.
Berbicara antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram pada dasarnya tidak dilarang apabila pembicaraan itu memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh syara’. Seperti pembicaraan yang mengandung kebaikan, menjaga adab-adab kesopanan, tidak menyebabkan fitnah dan tidak khalwat. Dalam sejarah kita lihat bahwa istri-istri Rasulullah berbicara dengan para sahabat, ketika menjawab pertanyaan yang mereka ajukan tentang hukum agama. Dalam hal ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman yang artinya:
Karena itu janganlah kamu (isteri-isteri Rasul) tunduk dalam berbicara sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit memiliki keinginan buruk. Tetapi ucapkanlah perkataan yang baik. (QS. al-Ahzab: 32) Imam Qurtubi menafsirkan kata alkhudhu’ (tunduk) dalam ayat di atas dengan arti lainul qaul (melembutkan suara) yang memberikan rasa ikatan dalam hati.
Artinya pembicaraan yang dilarang adalah pembicaraan yang menyebabkan fitnah dengan melembutkan suaraTermasuk di sini adalah kata-kata yang diungkapkan dalam bentuk tulisan. Karena dengan tulisan seseorang juga bisa mengungkapkan kata-kata yang menyebabkan seseorang merasakan hubungan khusus, kemudian menimbulkan keinginan yang tidak baik.
Termasuk juga dalam melembutkan suara adalah kata-kata atau isyarat yang mengandung kebaikan, namun bisa menyebabkan fitnah. Yaitu dengan cara dan bentuk yang menyebabkan timbulnya perasaan khusus atau keinginan yang tidak baik pada diri lawan bicara yang bukan mahram. Baik dengan suara ataupun melalui tulisan.
Adapun khalwat, hukumnya dilarang dalam agama Islam. Sebagai mana dalam sabda Rasulullah Shallallahu a'laihi wa sallam yang artinya: "Janganlah ada di antara kalian yang berkhalwat dengan seorang wanita kecuali dengan mahram." (HR. Bukhari dan Muslim)
Khalwat adalah perbuatan menyepi yang dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram dan tidak diketahui oleh orang lain. Perbuatan ini dilarang karena ia dapat menyebabkan atau memberikan peluang kepada pelakunya untuk terjatuh dalam perbuatan yang dilarang.
Khalwat bukan saja dengan duduk berduaan. Tetapi ngobrol lewat telepon di luar kebutuhan syar’i juga dihitung berkhalwat. Karena mereka sepi dari kehadiran orang lain, meskipun fisik mereka tidak berada dalam satu tempat. Bahkan lewat telepon mereka lebih bebas membicarakan apa saja selama berjam-jam tanpa merasa dihantui.
Hukum chatting sama dengan menelpon sebagai mana yang sudah kita terangkan di atas. Artinya chatting di luar kebutuhan yang syar’i termasuk khalwah.Walaupun dengan niat berdakwah. Karena berdakwah bukanlah kebutuhan syar’i.Namun bila ada tuntutan syar’i yang darurat, maka itu diperbolehkan sesuai kebutuhan. Tentunya dengan syarat-syarat yang sudah kita jelaskan di atas. Demikian yang dapat ana sampaikan. Semoga dapat bermanfaat. Wallahu a’lam.
ana copas from Ahsanul Kalam Blog

Sunday, February 14, 2010

Kumpulan Dauroh Ustadz Zainal Abidin

Hukum Smiley Ym dan Icon Lain Dalam Pandangan Islam

oleh Ustadz Abdullah Roy(Mahasiswa PascaSarjana Universitas Islam Madinah)roymadinah@yahoo.co.id atau Hp : +966 507638487http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com

Tanya: Assalamu'alaikum. Ustadz,bagaimanakah hukum smiley seperti yang ada di YM? Apakah smiley termasuk gambar yang menyerupai makhluk hidup? Jazakallahu khoiran. (Ikhsan Jaya)

Jawab:Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.Menurut pendapat yang kuat bahwa menggambar mahluk bernyawa dengan menghilangkan sebagian anggota badan, yang orang tidak mungkin hidup tanpanya (seperti menghilangkan dada, perut), dengan tetap menyisakan kepalanya termasuk di dalam larangan menggambar mahluk bernyawaIni adalah pendapat sebagian Syafi'iyyah (Lihat Nihayatul Muhtaj 6/375, Asna Al-mathalib wa Hasyiyatuhu 3/226), dan pendapat sebagian Hanabilah zaman sekarang (Lihat Fatawa wa Rasail Syeikh Muhammad bin Ibrahim 1/189-190)Diantara dalil-dalilnya:1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:((أتاني جبريل عليه السلام فقال لي أتيتك البارحة فلم يمنعني أن أكون دخلت إلا أنه كان على الباب تماثيل وكان في البيت قرام ستر فيه تماثيل وكان في البيت كلب فمر برأس التمثال الذي في البيت يقطع فيصير كهيئة الشجرة ومر بالستر فليقطع فليجعل منه وسادتين منبوذتين توطآن ومر بالكلب فليخرج)) ففعل رسول الله صلى الله عليه و سلم"Jibril 'alaihissalam telah datang kepadaku seraya berkata: Aku telah datang kepadamu tadi malam, dan tidaklah menghalangiku untuk masuk (rumah) kecuali karena ada patung di depan pintu, ada tirai yang bergambar (mahluk hidup), dan ada anjing di rumah. Maka hendaklah dipotong kepala patung yang ada di rumah sehingga berbentuk pohon, dan hendaklah tirai tersebut dipotong kemudian dijadikan dua bantal yang dijadikan sandaran, dan hendaknya anjing tersebut dikeluarkan, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya" (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzy, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)Di dalam hadist ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hanya membolehkan keberadaan gambar mahluk bernyawa jika dilakukan salah satu dari 2 perkara:Pertama: Dipotong kepalanyaKedua: Dihinakan (digunakan untuk perkara-perkara yang tidak ada penghormatan di dalamnya)Dan bukan dengan cara menghilangkan anggota badan lain (selain kepala) yang orang tidak mungkin hidup tanpanya, seperti menghilangkan dada atau perutBerkata Syeikh Bin Baz:(( ويستدل بالحديث المذكور أيضا على أن قطع غير الرأس من الصورة كقطع نصفها الأسفل ونحوه لا يكفي ولا يبيح استعمالها ، ولا يزول به المانع من دخول الملائكة ، لأن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بهتك الصور ومحوها وأخبر أنها تمنع من دخول الملائكة إلا ما امتهن منها أو قطع رأسه ، فمن ادعى مسوغا لبقاء الصورة في البيت غير هذين الأمرين فعليه الدليل من كتاب الله أو سنة رسوله عليه الصلاة والسلام ))"Hadist di atas dijadikan dalil bahwa memotong selain kepala seperti memotong separuh badan bagian bawah atau yang semisalnya adalah tidak cukup dan tidak boleh menggunakannya, dan ini tetap menjadi penghalang masuknya malaikat (ke dalam rumah), karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengoyak gambar dan menghapusnya, dan beliau mengabarkan bahwa hal ini menghalangi malaikat masuk rumah, kecuali gambar yang dihinakan atau dipotong kepalanya. Maka barangsiapa yang memiliki alasan tetap dipajangnya gambar di rumah selain kedua alasan ini maka wajib baginya mendatangkan dalil dari kitabullah dan sunnah RasulNya." (Majmu' Fatawa Syeikh Bin Baz 4/219)2. Hadist Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma :Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:الصورة الرأس فإذا قُطِع الرأس فلا صورة"Gambar itu kepala, jika dipotong kepala maka tidak ada gambar" (HR. Al-Isma'ili di dalam Mu'jamnya, dari Ibnu 'Abbas, Dishahihkan Syeikh Al-Albany di Ash-Shahihah 4/554)Di dalam hadist ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan ada tidaknya kepala sebagai ukuran boleh tidaknya keberadaan gambar mahluk bernyawa. Jika kepalanya ada maka tidak boleh, dan jika kepalanya tidak ada maka boleh.3. Jangan kita qiyaskan hal ini dengan masalah memotong kepala dan menyisakan badannya karena 2 hal:Pertama: Kepala ini adalah anggota badan yang paling utama, yang membedakan antara mahluk bernyawa dengan pohon dan benda mati.Kedua : Badan kalau dipotong kepalanya maka akan seperti bentuk pohon, sebagaimana dalam hadist , akan tetapi kalau kepala dipotong badannya saja maka tetap berbentuk mahluk yang bernyawa.Berkata Syeikh Bin Baz:ولأن النبي صلى الله عليه وسلم أخبر أن الصورة إذا قطع رأسها كان باقيها كهيئة الشجرة ، وذلك يدل على أن المسوغ لبقائها خروجها عن شكل ذوات الأرواح ومشابهتها للجمادات ، والصورة إذا قطع أسفلها وبقي رأسها لم تكن بهذه المثابة لبقاء الوجه ، ولأن في الوجه من بديع الخلقة والتصوير ما ليس في بقية البدن ، فلا يجوز قياس غيره عليه عند من عقل عن الله ورسوله مراده . وبذلك يتبين لطالب الحق أن تصوير الرأس وما يليه من الحيوان داخل في التحريم والمنع؛ لأن الأحاديث الصحيحة المتقدمة تعمه"Dan juga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan bahwa gambar kalau dipotong kepalanya maka sisanya seperti bentuk pohon, ini menunjukkan bahwa alasan kenapa diperbolehkan adalah karena dia bukan lagi berbentuk mahluk yang bernyawa. Dan dia lebih serupa dengan mahluk mati. Dan gambar kalau dipotong bawahnya kemudian tersisa kepalanya maka jadinya bukan seperti itu (tidak berganti menjadi bentuk mahluk mati), dan juga wajah ini di dalamnya ada keindahan penciptaan dan gambar yang tidak ada di anggota badan yang lain. Maka tidak boleh anggota badan diqiyaskan kepada kepala bagi orang yang memahami maksud Allah dan rasulNya. Dengan demikian jelas bagi pencari kebenaran bahwa menggambar kepala mahluk hidup adalah terlarang karena keumuman hadist-hadisy yang shahih" (Majmu' Fatawa Syeikh Bin Baz 4/219).Berkata Syeikh Al-Albany rahimahullah:((أن قوله " حتى تصير كهيئة الشجرة " ، دليل على أن التغيير الذي يحل به استعمال الصورة ، إنما هو الذي يأتي على معالم الصورة ، فيغيرها حتى تصير على هيئة أخرى مباحة كالشجرة . و عليه فلا يجوز استعمال الصورة و لو كانت بحيث لا تعيش لو كانت حية كما يقول بعض الفقهاء ، لأنها في هذه الحالة لا تزال صورة اسما و حقيقة ، مثل الصور النصفية ، و أمثالها))"ٍٍٍSesungguhnya ucapan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam: "Sampai menjadi bentuk pohon" dalil bahwasanya perubahan yang membolehkan penggunaan gambar adalah perubahan pada tanda-tanda (yang menjadikan) gambar (itu hidup) , sehingga menjadi bentuk lain yang diperbolehkan seperti pohon, oleh karenanya tidak boleh menggunakan gambar (mahluk bernyawa) meskipun dia tidak mungkin hidup dengan cara seperti itu, karena dalam keadaan seperti ini dia masih gambar mahluk bernyawa baik nama maupun hakikatnya, seperti foto setengah badan dan yang semisalnya" (Silsilah Al-Ahadist Ash-Shahihah 1/693)Dengan demikian kita bisa mengambil kesimpulan bahwa penggunaan smiley atau icon atau الوجوه التعبيرية (ekspresi wajah) seperti yang ada di YM tidak diperbolehkan. Apalagi terkadang di dalamnya ada hal yang tidak sesuai dengan adab islami.Alhamdulillah, perasaan masih bisa kita ungkapkan dengan kata-kata.Wallahu a'lam.

Wednesday, February 10, 2010

Kapan waktu yg benar sewaktu kita membaca do'a Qunut

Tanya:Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakaatuh....
Apakah Rasul baca doa qunut bila shalat shubuh sepanjang hayat? Kapan beliau berqunut? Mohon penjelasan dengan dasar hadits shahih lengkap!
P. Mul 0274 782xxxx

Jawab:
Pertanyaan senada pernah dilayangkan kepada Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin.Beliau ditanya,
“Apakah disyariatkan menggunakan doa qunut witir (yaitu allahummahdini fiman hadaita …) pada rakaat terakhir shalat shubuh?!”
Jawaban beliau,
“Doa qunut witir yang terkenal yang Nabi ajarkan kepada al Hasan bin Ali yaitu allahummahdini fiman hadaita …tidak terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menggunakan doa tersebut untuk selain shalat witir. Tidak terdapat satupun riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi berqunut dengan membaca doa tersebut baik pada shalat shubuh ataupun shalat yang lain.Qunut dengan menggunakan doa tersebut di shalat shubuh sama sekali tidak ada dasarnya dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.Sedangkan qunut shubuh namun dengan doa yang lain maka inilah yang diperselisihkan di antara para ulama. Ada dua pendapat dalam hal ini. Pendapat yang paling tepat adalah tidak ada qunut pada shalat shubuh kecuali ada sebab yang terkait dengan kaum muslimin secara umum.
Misalnya ada bencana selain wabah penyakit yang menimpa kaum muslimin maka kaum muslimin disyariatkan untuk berqunut pada semua shalat wajib, termasuk di dalamnya shalat shubuh, agar Allah menghilangkan bencana dari kaum muslimin.Meski demikian, andai imam melakukan qunut pada shalat shubuh maka seharusnya makmum tetap mengikuti qunut imam dan mengaminkan doanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad dalam rangka menjaga persatuan kaum muslimin.Sedangkan timbulnya permusuhan dan kebencian karena perbedaan pendapat semacam ini adalah suatu yang tidak sepatutnya terjadi. Masalah ini adalah termasuk masalah yang dibolehkan untuk berijtihad di dalamnya. Menjadi kewajiban setiap muslim dan para penuntut ilmu secara khusus untuk berlapang dada ketika ada perbedaan pendapat antara dirinya dengan saudaranya sesama muslim. Terlebih lagi jika diketahui bahwa saudaranya tersebut memiliki niat yang baik dan tujuan yang benar. Mereka tidaklah menginginkan melainkan kebenaran. Sedangkan masalah yang diperselisihkan adalah masalah ijtihadiah. Dalam kondisi demikian maka pendapat kita bagi orang yang berbeda dengan kita tidaklah lebih benar jika dibandingkan dengan pendapat orang tersebut bagi kita. Hal ini dikarenakan pendapat yang ada hanya berdasar ijtihad dan tidak ada dalil tegas dalam masalah tersebut. Bagaimanakah kita salahkan ijtihad orang lain tanpa mau menyalahkan ijtihad kita. Sungguh ini adalah bentuk kezaliman dan permusuhan dalam penilaian terhadap pendapat” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/12-13, pertanyaan no 772, Maktabah Syamilah).Pada kesempatan lain, Ibnu Utsaimin mengatakan,
“Qunut dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab syar’i yang menuntut untuk melakukannya adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah Rasul. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah qunut shubuh secara terus menerus tanpa sebab. Yang ada beliau melakukan qunut di semua shalat wajib ketika ada sebab. Para ulama menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut di semua shalat wajib jika ada bencana yang menimpa kaum muslimin yang mengharuskan untuk melakukan qunut. Qunut ini tidak hanya khusus pada shalat shubuh namun dilakukan pada semua shalat wajib.Tentang qunut nazilah (qunut karena ada bencana yang terjadi), para ulama bersilang pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya, apakah penguasa yaitu pucuk pimpinan tertinggi di suatu negara ataukah semua imam yang memimpin shalat berjamaah di suatu masjid ataukah semua orang boleh qunut nazilah meski dia shalat sendirian.Ada ulama yang berpendapat bahwa qunut nazilah hanya dilakukan oleh penguasa. Alasannya hanya Nabi saja yang melakukan qunut nazilah di masjid beliau. Tidak ada riwayat yang mengatakan bahwa selain juga mengadakan qunut nazilat pada saat itu.Pendapat kedua, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah imam shalat berjamaah. Alasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan qunut karena beliau adalah imam masjid. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda,
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan shalat” (HR Bukhari).
Pendapat ketiga, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah semua orang yang mengerjakan shalat karena qunut ini dilakukan disebabkan bencana yang menimpa kaum muslimin. Sedangkan orang yang beriman itu bagaikan sebuah bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.Pendapat yang paling kuat adalah pendapat ketiga. Sehingga qunut nazilah bisa dilakukan oleh penguasa muslim di suatu negara, para imam shalat berjamaah demikian pula orang-orang yang mengerjakan shalat sendirian.Akan tetapi tidak diperbolehkan melakukan qunut dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya karena perbuatan tersebut menyelisihi petunjuk Nabi.Bila ada sebab maka boleh melakukan qunut di semua shalat wajib yang lima meski ada perbedaan pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya sebagaimana telah disinggung di atas.Akan tetapi bacaan qunut dalam qunut nazilah bukanlah bacaan qunut witir yaitu “allahummahdini fiman hadaita” dst. Yang benar doa qunut nazilah adalah doa yang sesuai dengan kondisi yang menyebabkan qunut nazilah dilakukan. Demikianlah yang dipraktekkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.Jika seorang itu menjadi makmum sedangkan imamnya melakukan qunut shubuh apakah makmum mengikuti imam dengan mengangkat tangan dan mengaminkan doa qunut imam ataukah diam saja?Jawabannya, sikap yang benar adalah mengaminkan doa imam sambil mengangkat tangan dalam rangka mengikuti imam karena khawatir merusak persatuan. Imam Ahmad menegaskan bahwa seorang yang menjadi makmum dengan orang yang melakukan qunut shubuh itu tetap mengikuti imam dan mengaminkan doa imam. Padahal Imam Ahmad dalam pendapatnya yang terkenal yang mengatakan bahwa qunut shubuh itu tidak disyariatkan. Meski demikian, beliau membolehkan untuk mengikuti imam yang melakukan qunut shubuh karena dikhawatirkan menyelisihi imam dalam hal ini akan menimbulkan perselisihan hati di antara jamaah masjid tersebut.Inilah yang diajarkan oleh para shahabat. Khalifah Utsman di akhir-akhir masa kekhilafahannya tidak mengqashar shalat saat mabit di Mina ketika pelaksanaan ibadah haji. Tindakan beliau ini diingkari oleh para shahabat. Meski demikian, para shahabat tetap bermakmum di belakang Khalifah Utsman. Sehingga mereka juga tidak mengqashar shalat. Adalah Ibnu Mas’ud diantara yang mengingkari perbuatan Utsman tersebut. Suatu ketika, ada yang berkata kepada Ibnu Mas’ud,
“Wahai Abu Abdirrahman (yaitu Ibnu Mas’ud) bagaimanakah bisa-bisanya engkau mengerjakan shalat bersama amirul mukminin Utsman tanpa qashar sedangkan Nabi, Abu Bakar dan Umar tidak pernah melakukannya. Beliau mengatakan, “Menyelisihi imam shalat adalah sebuah keburukan” (Diriwayatkan oleh Abu Daud)”
(Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/14-16, pertanyaan no 774, Maktabah Syamilah).

Saturday, February 6, 2010

MENGENAL SEKILAS HINDU & BUDDHA DALAM PERSPEKTIF ISLAM: Petunjuk Tentang Nabi Terakhir Itu Ada di Sana (Pendahuluan)

MENGENAL SEKILAS HINDU & BUDDHA DALAM PERSPEKTIF ISLAM: Petunjuk Tentang Nabi Terakhir Itu Ada di Sana (Pendahuluan)


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

PENDAHULUANSesungguhnya segala puji adalah milik Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.” (Ali-‘Imran, QS 3: 102)ا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kamu kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (An-Nisaa’, QS 4: 1)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah mendapatkan kemenangan yang besar.” (Al-Ahzaab, QS 33: 70-71)Amma ba'du,Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dalam agama, setiap yang diada-adakan dalam agama adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. Telah kita ketahui bahwa di dunia ini terdapat berbagai macam agama dengan ciri-ciri, karakter, dan kitab sucinya masing-masing. Namun bila kita cermati, pada hakikatnya, semua agama langit (agama samawi) yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui para nabi sejak dari nabi yang pertama, yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam sampai kepada nabi yang terakhir, yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya adalah agama tauhid (monotheisme). Seluruh kitab suci agama samawi selain Al-Qur’an - yang turun sebelum Al-Qur’an - apabila masih dalam bentuk aslinya, maka ia tidak akan bertentangan dengan prinsip-prinsip dinul-Islam, bahkan banyak yang bersesuaian. Sekiranya terdapat ketidak-sesuaian, dapat dipastikan bahwa itu adalah akibat dari adanya pergeseran atau perubahan, yang dilakukan oleh para pengikutnya sendiri setelah nabinya meninggal dunia. Kesalahan inilah yang perlu diketahui sekaligus diluruskan.Menurut ahli sejarah agama, secara garis besar ada dua macam agama di dunia ini, yaitu Agama Samawi dan Agama Ardhi. Agama Samawi (revealed religion), adalah agama wahyu yang berasal dari langit. Agama ini diwahyukan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada para nabi melalui malaikat-Nya. Sebagian ahli menamakannya Dinul Haq, sedangkan Al-Qur’an menyebutnya Al-Islam. Firman Allah Ta'ala, إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam..." (Ali Imran, QS 3: 19)Agama Ardhi, adalah agama kebudayaan yang diciptakan oleh akal manusia. Lahir dari proses anthropologis dan historis yang terbentuk karena adat istiadat yang melembaga. Kitab sucinya lahir dari hasil renungan falsafi manusia.[1] Dalam perkembangannya, di antara agama samawi banyak yang mengalami perubahan, baik dalam konsep akidah maupun ubudiyah. Misalnya dalam konsep ketuhanan, yang awalnya monotheisme, lama kelamaan menjadi polytheisme (musyrik). Ataupun dalam konsep ta’abud dan taqarub, yang seharusnya mengacu kepada konsepsi nabi dan rasul, kemudian diganti dengan adat istiadat dan tradisi yang tidak mempunyai keabsahan rujukan. Dari analogi tersebut, dapat diasumsikan bahwa perubahan konsep dalam beragama merupakan hal yang sangat mungkin terjadi, ini sejalan dengan sifat dan pola pikir manusia itu sendiri yang cenderung berbeda-beda, bahkan acapkali berubah. Maka sulit dihindari jika akhirnya pada masyarakat tersebut terjadi perbuatan bid’ah, syirik, takhayul dan khurafat. Perilaku-perilaku ini merupakan bagian dari perubahan konsepsi manusia tentang Tuhan: dari monotheisme ke polytheisme.Mengenai para nabi dan rasul yang tidak diceritakan di dalam Al-Qur’an dan berapa banyak yang diutus Allah ke muka bumi ini, telah dijelaskan dalam sebuah hadits, bahwa Abu Dzar radhiyallahu 'anhu bertanya, “Wahai Rasulullah, berapakah jumlah nabi seluruhnya?” Beliau menjawab, “124.000 orang dan 315 di antaranya adalah rasul.” (HR. Ahmad: 5/178, 179, 266). Lihat Akidah Mukmin, Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi (Penasihat dan ahli tafsir yang mengajarkan tafsir di Masjid Nabawi Madinah), Pustaka Al-Kautsar, cet. 2002, hlm. 238. Walaupun dalam Al-Qur'an hanya disebut 25 nabi, maka kita tetap mengimani secara global adanya Nabi dan Rasul yang tidak dikisahkan dalam Al-Qur'an.Firman Allah Ta'ala: وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah, dan jauhilah Thagut’ [2], maka di antara umat itu ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang kukuh dalam kesesatan. Cobalah mengembara di persada bumi dan perhatikanlah bagaimana akibatnya orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An Nahl, QS 16: 36)وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ“Dan Kami telah mengutus rasul-rasul sebelummu, di antaranya ada yang Kami ceritakan kepadamu dan ada pula yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (Al Mu’min, QS 40: 78) Melalui kedua ayat tersebut, dengan gamblang dan tegas Allah Ta'ala menyatakan bahwa pada setiap umat, pasti ada rasul yang diutus untuk memberikan peringatan, dan umat itu tidak akan dibiarkan tersesat tanpa bimbingan seorang rasul. Di antara rasul itu ada yang kisahnya dimuat dalam Al-Qur’an dan sebagiannya tidak.Dan sesungguhnya, mereka pun bersaudara karena berasal dari satu sumber yang sama, sesuai penjelasan Allah bahwa manusia yang selamat dari bencana air bah yang pernah melanda seluruh permukaan bumi adalah keturunan dari Nabi Nuh ‘alaihissalam, dalam firman-Nya:وَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ“Kami telah menyelamatkannya (Nuh) dan pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (Ash Shaaffaat, QS 37: 76-77)Menurut ajaran Hindu, Manu yang selamat dari Topan Besar adalah Manu Ketujuh, yang merupakan asal-usul dari manusia yang ada sekarang ini. Manu Ketujuh itu disebut: Vaivaswata.Menurut ajaran Islam, Nabi Nuh ‘alaihissalam adalah keturunan kesembilan dari Manu Pertama, dengan silsilah: Nuh bin Laamik bin Mutusyaalih bin Idris (Ukhnukh) bin Yaarid bin Mahaalail bin Qiinan bin Annusy bin Syits bin Adam. Mengenai apakah manusia yang selamat dari bencana itu keturunan yang ketujuh atau kesembilan dari manusia pertama, bukan yang menjadi prioritas untuk diperdebatan di sini. Firman Allah Ta'ala :وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ“…Dan katakanlah: ‘Kami beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri’.” (Al Ankabut, QS 29: 46)Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: ‘Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kami beriman kepada apa yang diturunkan sebelum kami. Apabila yang dikatakannya benar, janganlah kamu mendustakannya. Apabila yang dikatakannya salah, janganlah kamu membenarkannya’.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi).Untuk memberikan gambaran bahwa di berbagai kitab suci lain terdapat ayat-ayat yang selaras dengan Al-Qur’an yang tidak mungkin kita dustakan, dapat penulis sampaikan beberapa contohnya dari kitab Veda (yang sudah tertulis sejak tahun 500sM ) sbb:Dalam Veda disebutkan:“Orang yang mempunyai mata tidak dapat melihat (Dia); sebaliknya, Dia melihat semua mata…” (Kanupanisad, 1: 3)Dalam Al-Qur’an disebutkan:لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ“Dia tidak dapat dilihat dengan mata; sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu…” (Al An’aam, QS 6: 103)Dalam Veda disebutkan:“Wahai Tuhan yang mengungkapkan rahasia jagat raya, tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan yang indah.” (Rigveda, 1: 189: 1)Dalam Al-Qur’an disebutkan:اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (jalan) mereka yang sesat.” (Al Fatihah, QS 1: 6-7)Dalam Veda disebutkan:“Wajah-Nya terlihat di segala arah.” (Rigveda 10: 90: 1, Samaveda 6: 13 dan Atharvaveda 19: 6: 1).Dalam Al-Qur’an disebutkan:وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situ ada wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah, QS 2: 115)Sangat penting untuk kita ketahui, bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah dzat-Nya yang berada di setiap tempat. Dzat Allah bersemayam di atas ‘Arsy, sementara ilmu, pendengaran, penglihatan dan kudrat-Nya meliputi setiap tempat. Barangsiapa mengatakan Allah berada di setiap tempat (Allah ada dimana-mana), jika yang dimaksud adalah dzat-Nya, maka ia adalah seorang jahmiy hululiy (penganut paham jahmiyah/ jabariyah dan hululiyah). Yang tergolong telah menyimpang secara aqidah.Selain itu, dapat pula kita jumpai di berbagai kitab suci lain suatu petunjuk, tentang akan datangnya seorang Nabi Terakhir. Dalam hal ini, kitab Veda menyebutnya dengan beberapa nama, di antaranya dengan nama Narashangsa dan Kalki Avatar. Sedangkan Buddha Gautama menyebutnya sebagai Antim Buddha Maitreya. Untuk menguatkan bahwa Nabi Terakhir itu juga ada petunjuk kedatangannya dalam kitab-kitab suci lain, penulis menambahkan dua bab lagi, yaitu Petunjuk Tersembunyi Dalam Alkitab dan Pegangan Ahli Kitab Dewasa Ini. Penambahan ini akan terasa cukup banyak, karena di dalamnya sangat diperlukan adanya banyak penjelasan dan argumentasi. Termasuk pernyataan dari para sejarawan, ilmuwan, dan cendikiawan Nasrani tingkat dunia sebagai obyektifitas penyampaian.Demikianlah pendahuluan ini penulis sampaikan. Buku ini penulis wujudkan dalam rangka menyampaikan kebenaran dan dalam upaya “mengikat ilmu dengan menulisnya”. Juga untuk memudahkan siapa saja yang ingin menambah ilmunya, yaitu dengan cara membacanya.Ditanya kepada Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, “Bilakah seseorang itu dipandang ‘alim?” Ia menjawab, “Apabila dia yakin pada sesuatu ilmu lalu diajarinya ilmu itu. Kemudian dia menempuh ilmu-ilmu yang lain, maka dilihatnya mana yang belum diperolehnya. Ketika itu, barulah dia seorang ‘alim.”Berkata Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, “Tidaklah aku kemukakan kebenaran dan keterangan kepada seseorang, lalu diterimanya, melainkan aku takut kepadanya dan percaya akan kasih sayangnya. Sebaliknya, kalau orang menyombongkan diri dengan aku terhadap kebenaran dan menolak keterangan, maka jatuhlah orang itu dari pandanganku dan aku menolak berhadapan dengan dia.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ”Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim).Allah Ta'ala berfirman:إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا”Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.” (An Nisaa’, QS 4: 36)Melalui buku ini, akan dapat diketahui, faktor apa yang menyebabkan bergesernya pengertian tauhid dari para umat ataupun agama terdahulu sehingga kini mereka menjadi kafir dan musyrik. Maka di dalam menyikapi mereka, kita akan selalu teringat kepada firman-Nya:وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (Yunus, QS 10: 99)فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ“…karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kami-lah yang menghisab amalan mereka.” (Ar Ra’d, QS 13: 40)ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An Nahl, QS 16: 125)وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ“Dan terhadap nikmat[3] Tuhanmu, maka beritakanlah.” (Adh Dhuhaa, QS 93: 11)Dan pada akhirnya, semua yang disampaikan di buku ini, hanya akan semakin mengukuhkan keimanan kita tentang Islam,وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ“Dan inilah jalan Tuhanmu; yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.” (Al An’aam, QS 6: 126)Apa yang disampaikan di buku ini, dasar-dasarnya dikutip dari buku Agama-Agama Besar di Dunia, karya Joesoef Sou’yb. Sebuah buku yang berisi himpunan kuliah tentang Agama Perbandingan (Comparative Religions) yang diberikan di Fakultas Ushuluddin, IAIN Sumatra Utara dan Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara, sejak tahun 1969 (lihat referensi buku tersebut di halaman terakhir buku ini). Selanjutnya, penulis berikan penambahan-penambahan yang penulis kutip dari buku-buku lain beberapa permasalahan yang tidak terdapat di buku tersebut dengan bahasa pengantar dan susunan pembahasan dari penulis sendiri. Apabila di dalam buku ini terdapat kesalahan, kekurangan, ataupun hal-hal yang dirasa kurang tepat atau tidak benar menurut pengetahuan pembaca, anggaplah sebagai keterbatasan ilmu dan kelalaian dari penulis sendiri, yang semoga Allah Ta'ala berkenan mengampuni hamba-Nya ini. Tak ada gading yang tak retak. Dan sesungguhnya, Allah Ta'ala tidak membebani hamba-Nya melebihi kemampuannya. Mengingat masih terlalu banyaknya hal-hal yang belum penulis ketahui, maka koreksi, saran, dan kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca (dalam bentuk tulisan) sangatlah penulis harapkan, karena yang haq lebih utama untuk diikuti.Tak lupa penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya penulisan ini, baik dalam bentuk moral maupun material. Terutama kepada Bapak Misbahuddin, dari MUI Bogor, yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasinya. Juga kepada semua pihak yang telah menulis dan menerbitkan buku-buku Islam, termasuk mereka yang telah bersusah-payah menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Semoga Allah Ta'ala memuliakan wajah-wajah mereka kelak di sisi-Nya sebagai balasan atas segala jerih payah yang telah mereka lakukan untuk Al-Islam.Firman Allah Ta'ala:اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam (baca-tulis). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al ‘Alaq, QS 96: 1-5) Ya Allah, jadikanlah buku ini sebagai saksi bahwa hamba-Mu ini telah menyampaikan, dan upayaku ini sebagai amal shalih yang Engkau ridhai. Melalui buku ini, berilah fadhilah kepada mereka yang membaca dan menyebarluaskannya. Selamatkanlah siapa yang Engkau kehendaki dari hamba-hamba-Mu yang bingung dan bimbang. Berilah petunjuk kepada mereka yang Engkau lihat layak untuk mendapatkan petunjuk-Mu, karena hanya Engkau saja yang dapat melakukan itu semua. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah, kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan orang-orang mukmin yang setia mengikuti segala perkataan dan perbuatannya. Segala puji bagi Allah, Rabb Semesta Alam. Abu Muhammad HermanBersambung insya Allah.Lanjutan:MENGENAL SEKILAS HINDU & BUDDHA DALAM PERSPEKTIF ISLAM: Petunjuk Tentang Nabi Terakhir Itu Ada di Sana (Agama Hindu - Bag. 1)http://www.facebook.com/note.php?note_id=223461835174&ref=nf
Dan disini Bagian 2 nya http://www.facebook.com/note.php?note_id=223515315174&ref=mf
MENGENAL SEKILAS HINDU & BUDDHA DALAM PERSPEKTIF ISLAM: Petunjuk Tentang Nabi Terakhir Itu Ada di Sana (Agama Buddha - Bag. 1) http://www.facebook.com/note.php?note_id=223547725174&ref=mf dan disini Bag 2 nya http://www.facebook.com/note.php?note_id=223859705174&ref=mf-----------------------------Foot note:[1] Bid'ah-bid'ah di Indonesia, Drs. Badruddin Hsubky.[2] Patung, Berhala, atau segala yang dipuja selain Allah.[3] Di antara sekian banyak nikmat Allah, maka nikmat iman dan Islam adalah nikmat yang tertinggi. Nikmat ini hendaknya disebar-luaskan kepada manusia.